Published on July 31st, 2021

Cryptocurrency: Hope or Hype?

Pendahuluan

Perkembangan teknologi yang diciptakan oleh manusia akan selalu melahirkan inovasi-inovasi terbaru bahkan yang tak pernah terpikirkan di hari sebelumnya. Dewasa ini, tepatnya pada abad ke-21 adalah masa yang kita sebut sebagai The Information Age, masa di mana seluruh bagian belahan dunia terhubung tanpa memperhatikan waktu dan tempat untuk bertukar informasi. Semua ini diawali dengan kehadirannya internet sebagai sumber utama penggerak peradaban modern manusia. Perpaduan antara internet dan perangkat teknologi yang kita gunakan melahirkan istilah baru yang kita namakan dengan digitalisasi. Pada tahun 2008, terjadi krisis Lehman-Brothers Bank yang membawa dampak terhadap perekonomian dunia. Bahkan, pada beberapa negara butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa bangkit kembali dari Global Financial Crisis. Dampaknya bagi masyarakat global sangat multidimensi mulai dari perubahan kebijakan politik maupun perekonomian, menganggurnya jutaan orang, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan. Hilangnya kepercayaan masyarakat dan kehadiran digitalisasi ini memunculkan berbagai pemain baru yang ikut andil dalam mengembalikan roda perekonomian dunia yang sedang terpuruk. Salah satu dari sekian banyak pemain baru ini bernama Satoshi Nakamoto yang menciptakan inovasi berupa aset digital yang tujuan utamanya menjadi alat tukar yang dikendalikan oleh sistem (blockchain) yang setiap transaksinya diamankan menggunakan cryptography tanpa adanya kehadiran pihak ketiga (peer-to-peer). Satoshi Nakamoto bukanlah nama seseorang tetapi ia adalah nama samaran suatu pihak yang mengeluarkan penulisan ilmiah berjudul “Bitcoin : A Peer-to-Peer Electronic Cash System” yang memulai dunia cryptocurrency dan menciptakan mata uang digital perdana yang terdesentralisasi bernama Bitcoin.

What is Cryptocurrency?

Cryptocurrency adalah aset digital yang didesain sebagai alat tukar dimana kepemilikannya bersifat individual yang setiap transaksinya dicatat di buku besar digital dan database yang terkomputerisasi yang dinamakan dengan blockchain (Min-Bin Lin et al., 2020). Jika dijelaskan secara lebih terperinci, cryptocurrency merupakan unit moneter seperti halnya mata uang fiat yang setiap sirkulasi coin tersebut diamankan menggunakan verifikasi dan timestamps dengan teknik enkripsi berupa hashing algorithm dan terdistribusi (decentralized) oleh berbagai perangkat yang dikendalikan oleh miners demi terciptanya transaksi kekayaan tanpa kehadiran pihak ketiga (peer-to-peer network). Kehadiran teknologi yang semakin canggih ditambah fitur privacy-preserving yang disediakan oleh cryptocurrency menjadikan cryptocurrency sebagai sebuah instrumen keuangan yang sangat berbeda dari yang lain dan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sehingga menarik perhatian banyak kalangan seperti investor, peneliti, dan tak terkecuali pemerintah (Hardle et al., 2020). Ide yang mirip dengan konsep cryptocurrency beserta mekanismenya hadir pertama kali pada tahun 1998 yang diungkapkan oleh seseorang bernama Wei Dai. Dia menyebutnya sebagai “b-money” yang merepresentasikan sistem keuangan elektronik yang kepemilikannya bersifat anonim. Setelah itu, muncul kembali konsep yang serupa bernama “bit gold” yang diciptakan oleh Nick Szabo. Istilah “bit gold” merepresentasikan sebuah mekanisme yang digunakan untuk mata uang digital yang terdesentralisasi pengelolaannya. Ide dari “b-money” dan “bit gold” pada dasarnya memiliki mekanisme dasar yang sama yaitu para partisipan (miners) mengolah cryptographic puzzles pada komputer mereka dengan network yang tersedia. Semua cryptographic yang sudah diolah akan diumumkan ke publik yang pada saat itu dinamakan Byzantine-fault-tolerant. Setelah diumumkan, beberapa pihak akan melanjutkan chain yang sudah tersedia di network dengan memberikan public key yang sesuai dengan data transaksi. Akan tetapi, semua ide tersebut tidak pernah diimplementasikan atau bahkan sekadar diterima oleh berbagai pihak. Agar mekanisme keberlanjutan ini berjalan sesuai rencana, semua orang harus setuju pada aturan dan cara kerja dari sistem (blockchain) ini. Pada tahun 2008, pasca kejadian Global Financial Crisis, proposal resmi pertama cryptocurrency yang berjudul “Bitcoin : A Peer-to-Peer Electronic Cash System” muncul dengan nama Satoshi Nakamoto sebagai pembuatnya. Banyak pihak mengira bahwa proposal tersebut dibuat oleh Nick Szabo bahkan beberapa melakukan studi dan penelitian yang membuktikan bahwa proposal Bitcoin tersebut merupakan karya dari Szabo. Akan tetapi, dia menolak dengan pasti kepada dunia bahwa itu bukan merupakan karyanya (Milutinovic, 2017). Sampai saat ini, nama Satoshi Nakamoto belum diketahui apakah dia merupakan nama seseorang, akronim organisasi ataupun lembaga, tetapi yang pasti itu merupakan nama samaran (pseudonym). Hal terpenting untuk diketahui mengenai cryptocurrency adalah bahwa tidak ada otoritas, kontrol, dan kekuasaan baik itu oleh pemerintah, lembaga internasional, perusahaan, organisasi khusus, maupun individu. Cryptocurrency dikendalikan oleh sistem semata yang dikendalikan oleh masyarakat (miners and owners) sehingga bisa dikatakan mata uang digital ini seperti penerapan penuh prinsip demokrasi di dalam sebuah perekonomian yaitu mata uang yang berciri khas “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Gambar di bawah ini merupakan ilustrasi tentang bagaimana dunia cryptocurrency bekerja dan sekilas mekanisme dari blockchain:

Gambar 1. “What is Cryptocurrency
Sumber: https://blockgeeks.com/guides/what-is-cryptocurrency

How does Blockchain Work?

Blockchain pada dasarnya adalah sebuah versi database lainnya yang mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dalam manajemen data dibandingkan dengan alternatif database lain seperti SQL databases (Goundar, 2020). Teknologi blockchain ini bahkan diklaim memiliki tingkat disrupsi yang sama seperti hadirnya sebuah internet. Blockchain merupakan daftar pencatatan yang terus bertumbuh seiring dengan waktu yang setiap pencatatan ini kita sebut dengan yang namanya blocks, kemudian block ini saling dikaitkan satu sama lain menggunakan cryptography. Setiap blocks berisi tiga hal, yaitu cryptographic hash di block sebelumnya, timestamp, dan data transaksi. Ketiga hal tersebut biasa disebut juga dengan Merkle tree. Dengan kata lain, blockchain adalah seperti buku besar digital terdistribusi atau terdesentralisasi yang mencatat setiap transaksi antara dua pihak (peer-to-peer) secara efisien, aman, dan permanen sehingga tidak menimbulkan double-spending problem dan tidak memerlukan pihak ketiga seperti institusi keuangan (BlockGeeks.com , 2019). Selanjutnya, banyaknya jenis dan ragam pada mekanisme blockchain mengakibatkan penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini menggunakan contoh dari sistematika blockchain yang digunakan oleh Bitcoin yang bercirikan Proof-of-Work dan mengaplikasikan SHA-256 sebagai hashing algorithm. Menurut Nakamoto (2008) dalam whiter paper nya yang berjudul “Bitcoin : A Peer-to-Peer Electronic Cash System”, sistem ini akan membuat setiap transaksinya menjadi transparan, kekal atau kebal, dan dalam kontrol oleh peers sehingga tidak membutuhkan pihak ketiga seperti institusi keuangan untuk mengontrolnya. Network dari transaksi Bitcoin ini akan melakukan timestamp pada setiap transaksinya dengan prosedur hashing yang menghubungkan mereka pada chain yang sudah berjalan. Berikut ini adalah penjelasan secara lebih rinci bagaimana blockchain dari Bitcoin bekerja.

Transactions

Gambar 2. Transaction
Sumber : Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System (Nakamoto, S., 2008)

Gambar tersebut menjelaskan rangkaian singkat tentang bagaimana transaksi pada blockchain bekerja. Setiap transaksi mengandung tiga hal, yaitu Public Key pemilik, Hash, dan Signature yang hanya bisa diberikan oleh pemilik Private Key sebelumnya. Sebagai contoh, transaksi Bitcoin di block dua memerlukan Public Key, kode Hash, dan Signature pemilik transaksi sebelumnya yang diverifikasi oleh Public Key pemilik sebelumnya dan “ditandatangani” atau sign dengan Private Key pemilik sebelumnya. Peran dari miners dalam blockchain ini adalah mencegah terjadinya double-spend pada koin yang sudah ditransaksikan. Oleh karena itu, seluruh sistem bergantung pada kehadiran dari miners ini karena setelah menyadari setiap adanya transaksi yang sudah dipublikasikan ke server mereka harus bergerak cepat dan turut serta menyambungkan chain dengan block yang sudah tervalidasi kebenarannya.

Timestamp Server and Proof-of-Work

Gambar 3. Timestamp Server and Proof-of-Work
Sumber: Bitcoin : A Peer-to-Peer Electronic Cash System (Nakamoto, S., 2008)

Peningkatan keamanan dari setiap transaksi cryptocurrency atau yang dalam hal ini adalah Bitcoin membutuhkan hash dalam proses verifikasi dan “sign“. Hash merupakan kode identitas pada setiap informasi yang mana kode identitas tersebut tidak akan bisa terpakai lagi jika informasi yang lain muncul dalam bentuk yang sama. Dengan kata lain, hash dapat diartikan juga sebagai sebuah digital fingerprint sebuah informasi (Brownworth, 2017). Pada mekanisme blockchain dari Bitcoin jenis hash yang digunakan adalah SHA-256. Untuk mendapatkan hash diperlukan data-data transaksi yang sudah terpublikasi oleh sistem saat itu juga dan kode hash transaksi sebelumnya. Konsep Proof-of-Work dibuktikan dengan menambahkan nonce pada setiap block transaksi hingga akan mencapai suatu nilai dimana hash tersebut bernilai zero bits yang ditandai dengan penambahan angka 0 di digit pertama kode hash. Nonce yang berupa angka nol atau yang bisa disebut juga dengan zero bits ini bermakna bahwa transaksi tersebut sudah dieksekusi dan kode hash yang terpakai akan terkunci sehingga keamanan transaksi tersebut terjaga yang mencegah terjadinya double-spending problem oleh pihak yang tidak diinginkan. Setiap block yang sudah ditandai dengan nonce berarti sudah dapat disambungkan kembali oleh transaksi selanjutnya dan melanjutkan chain yang sudah ada dengan keterikatan satu sama lain tanpa bisa dimodifikasi kembali.

Blockchain of Bitcoin

Gambar 4 : Blockchain of Bitcoin
Sumber : Bitcoin : A Peer-to-Peer Electronic Cash System (Nakamoto, S., 2008)

Dalam konsep yang lebih terperinci, setiap data transaksi di dalam sebuah block tidak serta merta hanya terdiri dari satu buah informasi atau bahkan satu kode tunggal hash. Akan tetapi, setiap data yang dibutuhkan untuk melakukan transaksi membutuhkan kode hash yang berbeda-beda sehingga yang tercantum di dalam sebuah block merupakan kode gabungan hash setiap data transaksinya. Ini yang disebut dengan Merkle Root yang merupakan salah satu unsur pembangun dari Merkle tree. Hal ini memungkinan tingkat keamanan yang lebih kompleks sehingga para hackers yang ingin meretas, memodifikasi, atau merekayasa chain yang sudah ada membutuhkan peretasan kode hash yang sudah berlipat ganda kerumitannya. Jika memang bisa, mereka harus bersaing cepat dengan para miners lainnya sebelum mereka sadar terdapat transaksi yang abnormal dalam chain tersebut. Untuk bisa melewati rintangan ini, hackers perlu membutuhkan total CPU power yang lebih kuat dari total gabungan CPU power para miners lainnya yang mana hal itu merupakan suatu ketidakmungkinan yang besar. Dalam sub-bab kelima berjudul Network, Nakamoto menjelaskan secara komprehensif bagaimana network sistem (blockchain) pada Bitcoin bekerja yaitu: “1) New transactions are broadcast to all nodes, 2) Each node collects new transactions into a block, 3) Each node works on finding a difficult proof-of-work for it’s block, 4) When a node finds a proof-of-work, it broadcasts the block to all nodes, 5) Nodes accept the block only if all transactions in it are valid and not already spend, 6) Nodes express their acceptance of the block by working on creating the next block in the chain, using the hash of the accepted block as the previous hash”.

World of Cryptocurrency

Kehadiran cryptocurrency berpotensi memiliki dampak yang besar pada cara kerja perekonomian kita. Makroekonomi yang seringkali pemeran utamanya adalah pemerintah atau negara harus beradaptasi dengan lahirnya aset digital ini. Menurut beberapa ahli, perwakilan bank sentral di beberapa negara, mengadopsi cryptocurrency seperti halnya Bitcoin, Ethereum, Cardano, dan sebagainya akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah karena mata uang terdesentralisasi ini tidak bisa dikontrol, dipengaruhi, ataupun diatur tingkat pergerakan supply nya dengan cara apapun. Dengan hal ini, negara akan kesulitan untuk mengarahkan perekonomiannya. Uang sangat terikat dengan indikator makroekonomi seperti tingkat inflasi, pengangguran, kebijakan suku bunga dan cadangan kas bank. Maka dari itu, pemerintah memiliki kepentingan untuk memegang kuasa dan peranan terhadap bagaimana uang di negara ini akan diatur. Seiring dengan waktu, masyarakat semakin tertarik dengan cryptocurrency lebih dari fiat money yang dikeluarkan oleh pemerintahnya sendiri (Athey, Catalini, Tucker, 2013). Di sisi lain, tujuan utama dari penciptaan cryptocurrency adalah sebagai alat pembayaran. Akan tetapi, banyak orang, terutama spekulator dan investor, membelinya untuk dijadikan sebagai alat spekulasi dan investasi (Milutinovic, 2017). Hal ini dapat terjadi karena banyaknya mata uang cryptocurrency yang tersedia sehingga perbedaan nilai kurs antar satu sama lain mata uang digital tersebut bisa dimanfaatkan oleh para spekulan. Perbedaan nilai kurs antar cryptocurrency ini melahirkan banyaknya ilmu pengetahuan mengenai analisis teknikal seperti jenis-jenis candle, trend, dan faktor sentimental yang mempengaruhi dunia cryptocurrency. Untuk mempelajari dampak nyata kehadiran cryptocurrency, kita harus mengambil salah satu contoh dari mata uang crypto yang paling besar nilai valuasinya dan yang sudah diteliti maupun dipelajari kalangan pihak yaitu Bitcoin. Berdasarkan artikel ilmiah yang berjudul “5 Impacts of Bitcoin on the Economy” (2017) terdapat 5 cara Bitcoin mempengaruhi dunia perbankan, keuangan, dan ekonomi, diantaranya sebagai berikut :

1) Power to the Dark Web

Dark Web adalah sebuah bagian dari web internet yang tidak bisa diakses dengan search engine biasa. Sebagian besar dari kita hanya mengakses bagian permukaan dari internet. Padahal sebenarnya internet jauh lebih dalam dan luas dari apa yang kita perkirakan, bahkan bagian “gelap” yang hanya segelintir orang dan dengan perangkat khusus untuk bisa mengaksesnya. Inilah yang disebut dengan Dark Web, tempat barang ilegal dijual, transaksi gelap, pencucian uang, pendanaan terorisme, dan hal-hal aneh lainnya yang mungkin tak akan pernah terlintas di pikiran kita. Beberapa studi membuktikan bahwa mekanisme perdagangan dan transaksi di Dark Web diberdayakan oleh cryptocurrency, terutama Bitcoin. Kejahatan-kejahatan internet dan bahkan mungkin kejahatan di dunia nyata seperti terorisme didanai oleh cryptocurrency sudah menjadi topik yang sangat diperdebatkan oleh beberapa pihak tertentu. Akan tetapi dapat dipastikan bahwa jika kita ingin melakukan transaksi dan hubungan dengan suatu organisasi atau pihak tanpa intervensi pemerintah dan lembaga resmi tertentu maka penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran adalah langkah yang tepat untuk menghapus jejak-jejak bukti yang kita tinggalkan.

2) Spekulasi

Spekulasi atau yang sering dikaitkan dengan trading merupakan salah satu langkah mudah untuk memperoleh kekayaan. Trend kurs antar mata uang crypto yang cenderung berfluktuasi setiap menitnya berpotensi untuk dimanfaatkan oleh para spekulan mendapatkan capital-gain. Dengan analisis teknikal yang tepat maka tidaklah sulit untuk memperoleh keuntungan yang besar hanya dalam jangka waktu yang pendek. Selanjutnya berbeda dengan saham yang dimana terdapat batas pembelian untuk setiap lembarannya seperti 1 lot, cryptocurrency seperti halnya Bitcoin bisa dibeli dalam bentuk pecahan sekecil mungkin dengan harga serendah mungkin. Jadi cryptocurrency menjadi target yang relatif mudah untuk memperoleh keuntungan dari cara spekulatif (Briere, Oosterlinck, Szafars, 2015). Hal ini membuat khawatir para pembuat kebijakan dan investor yang berinvestasi di pasar saham, obligasi, dan reksa dana. Cryptocurrency bahkan juga dikaitkan menjadi salah satu alasan mengapa dalam 10 tahun belakangan ini pasar saham dan obligasi cenderung lesu atau tidak ada kenaikan yang signifikan pada setiap perusahaan yang menawarkan sahamnya. Salah satu contohnya yaitu perusahaan Unilever yang bergerak di bidang consumer goods seperti foods, beverages, dan toiletries mengalami penurunan nilai saham yang terus berkelanjutan dalam 10 tahun terakhir.

3) Politisasi Uang

Hampir semua negara di dunia menggunakan fiat money yang dimana berarti pemerintah memegang kuasa dan otoritas penuh atas kebijakan pemberlakuan dan pengelolaan uang untuk mengontrol laju perekonomian. Kuasa dan otoritas penuh ini dipegang oleh Bank Sentral, di Indonesia bernama Bank Indonesia. Namun, dengan kehadiran cryptocurrency sebagai pembawa perubahan besar pada cara kita bertransaksi maka pastinya kekuatan ini juga akan bermuara kepada berubahnya struktur perekonomian. Bank sentral dan institusi keuangan lainnya tidak akan mampu lagi untuk mengontrol supply keuangan bahkan sekedar untuk mengawasi laju transaksi demi mendapatkan data untuk pembuatan kebijakan juga tidak akan mampu. Dalam dunia cryptocurrency, seluruh sistem keuangan dikendalikan oleh sistem dan anonimus sehingga pemerintah sudah tidak mempunyai kekuatan politisasi uang di negaranya.

4) Kekhawatiran di antara Bank Sentral

Disebabkan politisasi keuangan negara sudah diserahkan sepenuhnya pada sistem dan anonimus maka peran Bank Sentral dan beberapa institusi keuangan lainnya sudah tidak berlaku lagi. Hal ini menyebabkan fiat money sudah tidak berlaku lagi menjadi alat pembayaran yang sah di negara itu. Lebih parah lagi negara sudah tidak mempunyai kuasa dan kontrol untuk membuat dan mengimplementasikan kebijakan moneter dan fiskal. Laju inflasi menjadi buram, supply uang menjadi kurang terawasi, pajak dan pengeluaran pemerintah juga menjadi tidak jelas pengelolaannya, yang kesemua hal itu akan menyebabkan perekonomian negara mempertaruhkan nasibnya di ujung tanduk. Perekonomian bisa kapan saja depresi dan runtuh tanpa adanya otoritas yang bisa mengintervensinya atau bahkan sekedar memprediksi datangnya keruntuhan tersebut.

5) The Emergence of New Markets

Dengan kehadiran dari cryptocurrency diikuti pula banyak kelahiran pasar-pasar baru lainnya sebab pasar yang berbasis cryptocurrency bebas untuk masuk ataupun keluar dari pasar. Banyak pendapat positif dan negatif terkait dengan konsep Emergence of New Markets ini dari berbagai kalangan pihak. Ada yang berpendapat kebebasan berdagang penuh oleh masyarakat akan melanggar sebagian kode etik tertentu yang seharusnya bisa diminimalisir dengan kehadiran pemerintah. Ada yang berpendapat bahwa kebebasan berdagang dan bertransaksi secara bebas menggunakan cryptocurrency membawa berbagai dampak positif dan keunggulan, salah satunya adalah kepercayaan bahwa pasar akan maju dan berkembang jika sistem kerjanya diserahkan pada kebebasan mekanisme permintaan dan penawaran. Pastinya, apapun masa depan yang terjadi tentu itu akan didasari oleh aset digital yang bernama cryptocurrency ini.

Cryptocurrency dari berbagai Perspektif

Perspektif berbagai Negara

Banyak perspektif yang dapat dilihat dari keberadaan cryptocurrency ini. Ada negara yang benar-benar menolak keberadaan cryptocurrency, seperti Mesir. Dar al-Ifta Mesir, legislator Islam utama di Mesir, telah mengeluarkan dekrit agama yang mengklasifikasikan transaksi komersial dalam Bitcoin sebagai haram (dilarang dalam hukum Islam). Dar Al-Ifta telah menyatakan bahwa cryptocurrency dapat merusak keamanan nasional dan sistem keuangan pusat, dan juga dapat digunakan untuk mendanai kegiatan terorisme dan teroris. Ada negara yang memperbolehkan aktivitas perdagangan cryptocurrency, namun ilegal untuk dijadikan alat pembayaran, yang masih diterapkan oleh banyak negara. Ada juga negara yang melegalkan keberadaan cryptocurrency, namun beberapa bank umum di negara tersebut melarang penggunaannya, seperti di Kanada. Pada April 2018, Bank of Montreal (BMO) mengumumkan bahwa mereka akan melarang pelanggan kartu kredit dan debitnya untuk berpartisipasi dalam pembelian cryptocurrency dengan kartu mereka. Hal ini selaras dengan kebijakan larangan perbankan lain di Kanada dari Toronto Dominion (TD.) Bahkan, ada juga negara menjadikan Bitcoin sebagai alat tukar yang sah, seperti El Salvador. El Salvador melegalkan Bitcoin sebagai alat tukar melalui “Bitcoin Law”, yang diajukan oleh Presiden El Salvador, Nayib Bukele. Teks undang-undang tersebut mengklaim bahwa “tujuan undang-undang ini adalah untuk mengatur Bitcoin sebagai alat pembayaran sah yang tidak dibatasi dengan kekuatan yang membebaskan, tidak terbatas dalam transaksi apa pun, dan untuk setiap hak yang harus dilakukan oleh perorangan atau badan hukum publik atau swasta”.

Perspektif Tiongkok dan Amerika Serikat

Negara adidaya, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, memiliki pandangan tersendiri terkait dengan keberadaan cryptocurrency ini. Cryptocurrency dalam sudut pandang Tiongkok memiliki sifat yang otonom terhadap ekosistemnya, tidak membutuhkan campur tangan lembaga negara. Hal tersebut memunculkan dualisme dalam kegiatan ekonomi Tiongkok, yakni dapat menjadi kesempatan yang menguntungkan, atau justru menjadi inovasi yang menjebak dan pada akhirnya merugikan. Ancaman ekonomi menjadi salah satu alasan mengapa Tiongkok menerapkan kebijakan tersebut, dalam bidang cryptocurrency. Sejak September 2017, pemerintah Tiongkok telah mengambil serangkaian langkah regulasi untuk menindaklanjuti aktivitas yang terkait dengan cryptocurrency, terutama karena kekhawatiran atas risiko keuangan yang terkait dengan mata uang tersebut. Praktik penggalangan dana melalui penawaran koin awal (Initial Coin Offering, ICO) sepenuhnya dilarang di Tiongkok. Pada 4 September 2017, tujuh regulator pemerintah pusat Tiongkok — People’s Bank of Tiongkok (PBOC), Cyberspace Administration of Tiongkok (CAC), Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi (MIIT), Administrasi Negara untuk Industri dan Perdagangan (SAIC), Tiongkok Banking Regulatory Commission (CBRC), Tiongkok Securities Regulatory Commission (CSRC), dan Tiongkok Insurance Regulatory Commission (CIRC) —mengeluarkan pengumuman tentang Mencegah Risiko Keuangan dari Penawaran Koin Awal (Aturan ICO) untuk tujuan investor perlindungan dan pencegahan risiko keuangan. (Zhang, 2018)

Namun, Tiongkok memiliki rencana untuk mengeluarkan mata uang digitalnya sendiri, yaitu Yuan Digital. Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) telah mempelopori proyek pada Yuan Digital, yang disebut mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) yang bertujuan untuk menggantikan sebagian uang tunai yang beredar. Ini adalah cara efektif bagi bank sentral untuk mendigitalkan uang kertas dan koin yang beredar. Pasar Tiongkok sudah sangat maju dalam pembayaran digital (cashless). Yuan Digital akan menjadi cara untuk mempercepat proses itu. Ini akan menjadi alat pembayaran yang sah di Tiongkok dan tidak ada bunga yang akan dibayarkan untuk itu.

Lain halnya dengan Tiongkok, Amerika Serikat cenderung lebih menerima keberadaan cryptocurrency. Banyak bank di Amerika Serikat yang mulai mengeluarkan mata uang digitalnya sendiri. Bahkan, beberapa bank di Amerika Serikat menciptakan sistem blockchain-nya sendiri, termasuk mata uang digital, untuk memungkinkan pembayaran cryptocurrency bisnis dengan bisnis (B2B) diantara pelanggan mereka. Para pengamat mengatakan bahwa terdapat potensi manfaat yang tercipta, seperti pengurangan biaya transaksi dan transfer uang yang lebih cepat.

Pada Februari 2019, J.P. Morgan telah berhasil menguji coba JPM Coin, prototipe koin digital baru, untuk mentransfer pembayaran internasional sebagai mata uang kripto di antara pelanggan korporatnya. J.P Morgan mengatakan bahwa menukar uang antara berbagai pihak melalui blockchain membutuhkan mata uang digital. Maka dari itu, diciptakanlah JPM Coin untuk mengisi peran pembayaran cryptocurrency itu. Setiap Koin JPM mewakili satu dolar AS yang disimpan dalam rekening di bank. Ketika satu pelanggan bank mengirim uang ke yang lain melalui blockchain, Koin JPM ditransfer dan langsung ditukarkan dengan jumlah yang setara dalam dolar AS. Transaksi biasanya melibatkan proses tiga langkah, menurut bank: pertama, nasabah menyimpan uang di bank dan menerima jumlah koin digital yang sesuai; kedua, koin digunakan dalam transaksi pembayaran cryptocurrency melalui jaringan blockchain dengan nasabah lainnya; dan ketiga, pemegang menukarkan koin dengan dolar.

Signature Bank, bank AS lainnya, meluncurkan sistem pembayaran berbasis blockchain untuk pelanggannya pada akhir 2018 setelah menerima persetujuan dari regulator Negara Bagian New York. Sistem pembayaran ini sudah digunakan oleh sekitar 100 pelanggan bisnis untuk saling mengirim pembayaran cryptocurrency jutaan dolar per hari, menurut Coindesk. Menurut bank, sistem ini memungkinkan pelanggan korporat dengan saldo akun setidaknya $250.000 untuk saling mengirim pembayaran dollar secara real time, 24 jam sehari, tanpa biaya transaksi. Beberapa dari pelanggan tersebut adalah investor pemula cryptocurrency, tetapi mereka juga termasuk perusahaan yang menggunakan platform untuk perdagangan energi terbarukan.

Perspektif Indonesia

Di Indonesia sendiri, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) resmi melegalkan transaksi jual-beli mata uang kripto (cryptocurrency) dengan merilis aturan soal perdagangan cryptocurrency tanggal 8 Februari 2019. Kepastian hukum mengenai ini didapati melalui Peraturan No. 5 Tahun 2019 tentang ketentuan teknis penyelenggaraan pasar fisik aset kripto (crypto asset) di bursa berjangka. Namun, berdasarkan peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia, aset kripto bukan uang atau alat pembayaran, melainkan alat investasi yang dapat dimasukkan sebagai komoditas dan dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Hukum 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, bahwa “Mata uang yang berlaku di wilayah NKRI adalah Rupiah”. Mata uang kripto (cryptocurrency) bukan mata uang yang dikeluarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga, cryptocurrency bukan alat pembayaran yang sah di Indonesia. Meskipun secara legal cryptocurrency tidak diakui sebagai alat tukar dan mata uang yang sah, Bank Indonesia tidak melarang rakyat Indonesia untuk menggunakan cryptocurrency.

Menariknya, Bank Indonesia justru memiliki rencana untuk mengeluarkan mata uang digitalnya sendiri dengan melihat kondisi ekonomi dan konteks digitalisasi yang sedang didorong oleh Bank Indonesia. Mata uang digital yang kemudian disebut sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC) ini merupakan sebuah representasi uang digital yang menjadi simbol kedaulatan negara yang diterbitkan oleh bank sentral dan menjadi bagian dari kewajiban moneternya. Menariknya, pasokan uang digital ini dapat ditambah atau dikurangi oleh bank sentral untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Bank Indonesia telah melakukan kajian terkait CBDC ini guna melihat potensi dan manfaat mata uang digital, meliputi desain, teknologi, dan mitigasi risikonya. Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan bank sentral lain untuk pendalaman penerbitan CBDC ini. Rencana ini dilandasi oleh tiga pertimbangan, yaitu:

1. Sebagai alat instrumen pembayaran yang sah di NKRI

2. Mendukung pelaksanaan kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran

3. Menghadirkan pilihan instrumen pembayaran berbasis teknologi

CBDC juga akan dilengkapi dengan firewall untuk menghindari serangan siber baik yang bersifat preventif maupun resolution. Perbedaan CBDC dengan uang elektronik, seperti Gopay, OVO, Shopeepay, adalah CBDC merupakan uang digital uang diterbitkan oleh bank sentral sehingga merupakan kewajiban bank sentral terhadap pemegangnya. Sedangkan, uang elektronik adalah instrumen pembayaran yang diterbitkan oleh pihak swasta dan merupakan kewajiban penerbit uang elektronik tersebut terhadap pemegangnya. Namun, Bank Indonesia tetap menegaskan bahwa untuk saat ini, mata uang yang sah untuk bertransaksi di Indonesia hanya Rupiah, baik tunai maupun nontunai.

Revolution or Scam?

Skema Bubble

Selama bertahun-tahun, banyak pihak yang telah menyatakan bahwa cryptocurrency (khususnya Bitcoin) adalah bubble. Faktanya, banyak pihak percaya bahwa sebagian besar cryptocurrency sebenarnya memiliki nilai intrinsik sama dengan nol. Bubble adalah suatu keadaan di mana sebuah aset atau komoditas diperdagangkan dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai intrinsiknya sendiri. Semakin tinggi harga yang diperdagangkan dari nilai intrinsiknya, maka semakin besar pula bubble-nya, dan semakin besar pula risiko akan terjadi pecah bubble, keadaan dimana harga mulai turun dan kembali ke nilai intrinsiknya.

Cryptocurrency crash 2018 (Bitcoin Crash dan Great Crypto Crash) adalah aksi jual sebagian besar cryptocurrency sejak Januari 2018. Setelah booming pada tahun 2017, harga Bitcoin turun sekitar 65 persen selama sebulan dari 6 Januari hingga 6 Februari 2018. Selanjutnya, hampir semua cryptocurrency lain yang juga mencapai puncaknya dari Desember 2017 hingga Januari 2018, kemudian mengikuti kehancuran Bitcoin. Pada September 2018, cryptocurrency runtuh 80% dari puncaknya pada Januari 2018. Pada 26 November, Bitcoin juga turun lebih dari 80% dari puncaknya, setelah kehilangan hampir sepertiga nilainya pada minggu sebelumnya.

Gambar 5. Grafik harga Bitcoin sepanjang 2018
Sumber: goldprice.org

Terlihat pada grafik, pada awal tahun 2018 harga Bitcoin berada pada $17.000 sebagai akibat dari booming pada tahun 2017. Harga Bitcoin langsung turun drastis sebagai akibat dari penjualan Bitcoin secara masif untuk memperoleh keuntungan dari selisih harga beli (profit taking).

Pada awal tahun 2021, harga Bitcoin mengalami booming lagi, naik lebih dari 700% sejak Maret 2020, dan mencapai di atas $40.000 untuk pertama kalinya pada 7 Januari. Pada 16 Februari, Bitcoin mencapai $50.000 untuk pertama kalinya. Pada 13 Maret, Bitcoin melampaui $61.000 untuk pertama kalinya. Menyusul koreksi yang lebih kecil pada bulan Februari, Bitcoin jatuh dari puncaknya di atas $64.000 pada 14 April menjadi di bawah $49.000 pada 23 April. Pada 19 Mei, Bitcoin telah turun nilainya sebesar 30% menjadi $31.000, Ethereum sebesar 40%, dan Dogecoin sebesar 45%. Hampir semua cryptocurrency turun setidaknya dua digit persentase. Kejadian pecahnya bubble pada pasar cryptocurrency ini sebagian diakibatkan oleh tanggapan atas pengumuman Elon Musk bahwa Tesla akan menangguhkan pembayaran menggunakan Bitcoin karena masalah lingkungan, bersama dengan pengumuman dari People’s Bank of China yang menegaskan kembali bahwa mata uang digital tidak dapat digunakan untuk pembayaran. Disinilah keadaan dimana bubble itu telah pecah dan harga Bitcoin mengalami penurunan yang signifikan. Bitcoin dan cryptocurrency mengalami pemulihan ringan setelah Elon Musk bertemu dengan perusahaan pertambangan Bitcoin terkemuka untuk mengembangkan penambangan Bitcoin yang lebih berkelanjutan dan efisien.

Gambar 6. Grafik harga Bitcoin dari awal tahun 2021 sampai 27 Juni 2021.
Sumber: goldprice.org

Terlihat pada grafik, pada awal tahun, harga Bitcoin melonjak hingga menyentuh $64.000 dolar AS. Lalu, harga kemudian turun, kemudian sempat naik lagi sebelum turun lebih dalam lagi. Salah satu penyebabnya adalah tanggapan atas pengumuman Elon Musk bahwa Tesla akan menangguhkan pembayaran menggunakan Bitcoin karena masalah lingkungan, bersama dengan pengumuman dari People’s Bank of China yang menegaskan kembali bahwa mata uang digital tidak dapat digunakan untuk pembayaran.

Tuduhan gelembung kripto dilandasi oleh keyakinan bahwa satu-satunya tujuan cryptocurrency adalah spekulasi. Pihak yang skeptis menunjukkan rendahnya tingkat adopsi mata uang seperti Bitcoin dalam ekonomi “nyata” — misalnya, masih sangat sulit untuk membeli makanan di restoran atau membayar sebagian besar layanan menggunakan Bitcoin. Namun, aplikasi dan kasus penggunaan cryptocurrency berkembang setiap hari, dan penggemar kripto mempertahankan bahwa teknologi dan token yang terkait akan terbukti memiliki nilai nyata. Ethereum mungkin adalah contoh utama dari hal ini — tidak hanya menyediakan mata uang untuk berspekulasi, tetapi juga tulang punggung untuk seluruh ekosistem layanan keuangan dan komputasi yang terdesentralisasi. Munculnya keuangan terdesentralisasi (Decentralization Finance, DeFi) dianggap oleh banyak orang sebagai bukti utilitas nyata kripto Pendukung DeFi menggunakan teknologi blockchain untuk membangun alternatif produk keuangan tradisional seperti pinjaman dan asuransi, dan banyak yang percaya bahwa tren ini menunjuk ke masa depan nyata untuk teknologi terdesentralisasi.

Volatilitas Cryptocurrency

Nilai dari sebuah cryptocurrency cukup fluktuatif. Sebagai contoh, dalam rentang tiga bulan dari Oktober 2017 hingga Januari 2018, volatilitas harga Bitcoin mencapai 8%. Ini lebih dari dua kali lipat volatilitas Bitcoin dalam periode 30 hari yang berakhir 15 Januari 2020.

Sumber: IDX Annually Statistics 2020

Gambar 7. Grafik pergerakan harga dan volatilitas Bitcoin dari Oktober 2017 hingga Januari 2018.
Sumber: buyBitcoinworldwide.com

Fluktuasi harga pada cryptocurrency disebabkan oleh banyak faktor. Volatilitas, atau seberapa cepat harga berubah, sering dilihat sebagai cara untuk mengukur sentimen pasar, dan khususnya tingkat kekhawatiran di antara pelaku pasar. Semakin volatil suatu harga produk, maka semakin besar risiko yang ada, semakin besar pula tingkat kekhawatiran para investor, dalam hal ini, pelaku pasar kripto. Mengapa cryptocurrency bisa menjadi sangat volatil? Setidaknya terdapat beberapa alasan yang mendasari hal ini.

Respons atas berita dan peristiwa yang terkait dengan cryptocurrency itu sendiri merupakan penyebab umum kenapa cryptocurrency dapat menjadi volatil. Sebagai contoh, berita pelarangan penggunaan dan penambangan cryptocurrency oleh pemerintah Tiongkok telah menimbulkan kekhawatiran baru bagi penambang cryptocurrency disana. Mereka khawatir jika regulasi tersebut benar-benar dikeluarkan, maka mereka tidak bisa lagi menghasilkan keuntungan dari aktivitas penambangan dan penjualan cryptocurrency. Pada kasus sebelumnya, bubble dari Bitcoin menjadi pecah akibat sentimen atas Bitcoin itu sendiri, yaitu tanggapan atas pengumuman Elon Musk bahwa Tesla akan menangguhkan pembayaran menggunakan Bitcoin karena masalah lingkungan, bersama dengan pengumuman dari People’s Bank of China yang menegaskan kembali bahwa mata uang digital tidak dapat digunakan untuk pembayaran. Ini membuktikan bahwa respons investor dan pedagang kripto berpengaruh besar terhadap volatilitas harga kripto itu sendiri.

Walaupun pemerintah Tiongkok melalui Bank Rakyat China menegaskan bahwa uang digital tidak dapat digunakan untuk pembayaran, pemerintah Tiongkok justru akan menerbitkan cryptocurrencynya sendiri, yaitu Yuan Digital, yang dikembangkan oleh Bank Rakyat Tiongkok. Sebagai informasi, El Salvador telah melegalkan Bitcoin sebagai alat transaksi yang sah. Namun, berita ini tidak berefek banyak terhadap kenaikan harga Bitcoin. Dapat disimpulkan jika ketika terdapat isu atau berita negatif terhadap suatu cryptocurrency, kemungkinan harganya akan turun cenderung cukup besar. Contoh lainnya, salah satu cryptocurrency yang menjadi tren akhir-akhir ini adalah Dogecoin. Harga Dogecoin meroket setelah Elon Musk, CEO Tesla Motors, membuat tweet di Twitternya tentang Dogecoin. Ia mengatakan bahwa ia sangat yakin harga Dogecoin akan naik “sampai ke bulan”. Sontak, hal ini menyebabkan harga Dogecoin naik drastis. Dari awal tahun 2021 sampai dengan hari ketika Elon Musk akan tampil di SNL saja, persentase kenaikan harga Dogecoin mencapai 14.815,9% dari $0,004937 ke $0.731463 per koin. Beberapa kenaikan drastis Dogecoin dipicu oleh pengumuman Elon Musk di akun Twitternya yang menyatakan bahwa ia sangat mendukung Dogecoin dan ia percaya Dogecoin Memiliki masa depan yang cerah.

Gambar 8. Grafik harga Dogecoin dari awal tahun 2021 sampai 8 Mei 2021.
Sumber: coinmarketcap.com

Namun, ketika Elon Musk diundang di acara SNL untuk menjelaskan Dogecoin, justru harga Dogecoin menurun. Ketika di acara itu, ia ingin memberi ibunya, Maye Musk, hadiah ulang tahun. Namun, ibunya justru berharap hadiahnya bukan Dogecoin. Selain itu, ketika Elon mencoba menjelaskan konsep Dogecoin, ia berkata bahwa Dogecoin hanyalah euforia pasar, setelah ditanya berkali-kali pertanyaan yang sama terkait apa itu Dogecoin. Sontak, harga Dogecoin pun langsung turun sebanyak 30,2% dari $0.731463 menjadi $0.5098 per koin.

Sumber: Indonesia Bond Market Directory 2020; Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI)

Gambar 9. Grafik penurunan harga Dogecoin setelah Elon Musk tampil di acara SNL.
Sumber: coinmarketcap.com

Volatilitas cryptocurrency juga didasarkan pada ketidakpastian akan masa depan cryptocurrency yang didorong oleh berbagai persepsi tentang nilai intrinsiknya sendiri sebagai penyimpan nilai dan metode transfer nilai. Penyimpan nilai adalah fungsi dimana aset dapat berguna di masa depan dengan beberapa prediktabilitas. Sebuah penyimpan nilai dapat disimpan dan ditukar dengan beberapa barang atau jasa di masa depan. Metode transfer nilai adalah setiap objek atau konsep yang digunakan untuk mentransfer properti dalam bentuk aset dari satu pihak ke pihak lain. Volatilitas cryptocurrency membuatnya menjadi penyimpan nilai yang agak tidak jelas, tetapi menjanjikan transfer nilai yang cukup mudah tanpa apa pun untuk membuatnya lebih lambat atau lebih sulit. Akibatnya, nilai cryptocurrency dapat berubah-ubah berdasarkan peristiwa dan berita terkait dengan mata uang fiat.

Analisis Fundamental terhadap Kripto

Analisis fundamental pertama kali berkembang pada tahun 1934 dalam suatu buku yang berjudul “Security Analysis” karya Benjamin Graham. Dalam bukunya, Graham berpendapat bahwa investor harus melihat semua fundamental bisnis seputar keamanan sebelum berinvestasi di dalamnya. Setelah Great Depression pada tahun 1930, sangat penting bagi investor untuk tidak bergantung pada beberapa faktor saja. Analisis fundamental melihat apakah sebuah sekuritas (biasanya saham atau obligasi) bernilai lebih tinggi dari nilai intrinsiknya (overvalued), atau lebih rendah dari nilai intrinsiknya (undervalued). Namun, dengan berjalannya waktu, pasar akan mengoreksi dirinya sendiri dan mencerminkan nilai sebenarnya dari aset tersebut. Dengan melakukan analisis fundamental, investor dapat menentukan apakah ada sesuatu yang dinilai terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga dapat menginformasikan keputusan mereka dengan lebih baik. Analis fundamental merekomendasikan untuk membeli saham yang undervalued dan menjauhi yang overvalued.

Bagaimana menerapkan analisis fundamental terhadap kripto? Karena cryptocurrency terdesentralisasi, akan lebih sulit untuk menemukan sumber informasi. Analis fundamental kripto mungkin tidak memiliki satu sumber kebenaran untuk referensi, tetapi mereka dapat melihat faktor-faktor di sekitarnya yang memengaruhi nilai. Beberapa faktor yang mempengaruhi ini, seperti jumlah pengguna aktif, peristiwa sosial politik global, sesuatu hal yang dinamis tetapi juga dapat memengaruhi nilai kripto. Pedagang dan investor mata uang kripto harus mempertimbangkan berbagai hal ini untuk melakukan analisis fundamental penuh. Faktor-faktor ini dapat berupa kuantitatif atau kualitatif. Aspek kuantitatif adalah aspek yang berhubungan dengan angka-angka yang sulit dan karakteristik yang terukur. Metrik kualitatif biasanya kurang jelas. Mereka berhubungan dengan sifat atau kualitas sesuatu, bukan fakta definitif. Banyaknya metrik yang memengaruhi nilai kripto dapat menyulitkan analisis pada awalnya. Membaginya ke dalam kategori dapat membuatnya lebih mudah didekati dan mudah dipahami. Tidak setiap faktor akan masuk ke dalam subset, tetapi, secara umum, sebagian besar adalah metrik keuangan, proyek, dan blockchain.

Metrik keuangan terkait dengan keadaan ekonomi cryptocurrency. Banyak di antaranya adalah faktor kuantitatif, sehingga lebih mudah ditemukan dan diukur. Ini seringkali merupakan hal pertama yang dicari investor. Metrik keuangan yang paling jelas untuk dilihat dalam analisis fundamental kripto adalah kapitalisasi pasar koin. Kapitalisasi pasar mengalikan harga kripto saat ini dengan pasokan yang beredar, memberikan nilai total semua koin kripto yang tersedia. Koin dengan kapitalisasi pasar rendah mungkin lebih mungkin untuk tumbuh, tetapi aset dengan kapitalisasi tinggi seringkali lebih stabil. Metrik keuangan penting lainnya untuk dipertimbangkan adalah likuiditas, atau tingkat kemudahan membeli dan menjual aset. Ini bisa lebih sulit untuk ditentukan, tetapi sebaran bid-ask umumnya merupakan indikator yang andal. Sebaran bid-ask adalah jarak antara bid tertinggi dan ask terendah. Sebaran yang lebih rendah biasanya menunjukkan likuiditas yang lebih tinggi. Metrik ini berhubungan dengan sisi pengembangan kripto, melihat cara kerjanya dan mengapa hal itu terjadi. Sebagian besar faktor ini bersifat kualitatif daripada kuantitatif, tetapi tidak semuanya sulit ditemukan atau diukur. metrik proyek yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah whitepaper crypto. Whitepaper adalah pernyataan dari pengembang kripto yang menguraikan proyek, dari tujuannya hingga teknologinya hingga tujuannya.

Pencipta atau tim di balik sebuah cryptocurrency adalah metrik proyek bermanfaat lainnya. Sementara pencipta beberapa mata uang tetap anonim, yang lain mudah ditemukan dan memiliki sejarah. Catatan pengembang atau tim dapat mengungkapkan apakah mereka dapat dipercaya atau pernah sukses dengan teknologi serupa di masa lalu.

Sumber: Website Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI)

Gambar 10. Whitepaper Bitcoin.
Sumber: bitcoin.pdf

Semua aktivitas kripto berjalan di dalam sistem blockchain, dan rantai ini dapat menjadi sumber informasi yang berharga. Ini dapat mengungkapkan faktor-faktor tentang aktivitas aset dan teknologi serta proses yang mendasarinya. Metrik on-chain mungkin tampak sulit untuk ditemukan pada awalnya, tetapi banyak layanan dan situs web yang memposting informasi ini untuk investor.

Hash rate adalah faktor blockchain yang penting untuk dipertimbangkan, karena ini menunjukkan keamanan aset. Hash rate mencerminkan seberapa cepat pengguna dapat menambang satu blok di blockchain. Jika angka ini lebih tinggi, penambang memiliki peluang lebih baik untuk mendapatkan hadiah blok, dan lebih sulit untuk melakukan peretasan yang berhasil. Hadiah blok Bitcoin mengacu pada Bitcoin baru yang diberikan oleh jaringan blockchain kepada penambang cryptocurrency yang memenuhi syarat untuk setiap blok yang berhasil mereka tambang.

Keamanan bukan satu-satunya hal yang dapat dipelajari investor dari Hash rate. Hash rate yang menurun tidak hanya mencerminkan penurunan keamanan tetapi juga ketidaktertarikan para penambang. Jika pengguna tidak tertarik untuk menambang cryptocurrency lagi, maka itu bisa menunjukkan kurangnya profitabilitas.

Jumlah transaksi token dapat menunjukkan berapa banyak aktivitas yang terjadi di blockchain. Faktor ini juga dapat mengungkapkan perubahan transaksi dari waktu ke waktu, mengisyaratkan pertumbuhan atau kekurangannya. Namun, tidak ada cara untuk mengetahui berapa banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, sehingga berpotensi menyesatkan

Metrik yang serupa tetapi berbeda adalah nilai transaksi, yaitu berapa banyak nilai yang telah dipindahkan pada blockchain dalam jangka waktu tertentu. Investor dapat mengukur ini baik dalam mata uang yang ada atau setara dalam mata uang fiat. Ini juga bisa menyesatkan, tetapi ini dapat membantu mengukur seberapa besar nilai kripto dapat berubah.

Biaya yang dibayarkan adalah metrik blockchain lain yang bermanfaat untuk analisis fundamental kripto. Biaya yang dibayarkan pengguna menunjukkan permintaan, karena membayar biaya yang lebih tinggi menandakan penawaran agar transaksi mereka dikonfirmasi lebih cepat. Faktor ini tidak berlaku untuk semua mata uang kripto, tetapi ini sangat membantu bagi mereka yang mengalami penurunan hadiah blok, seperti Bitcoin.

Tentu saja, ini tidak semua faktor yang dapat masuk ke dalam analisis fundamental kripto. Beberapa metrik juga tidak cocok dengan kategori ini, seperti lingkungan sosiopolitik. Ketidakpastian atas politik atau gerakan sosial yang signifikan dapat membuat pengguna berhati-hati, yang mengarah pada penurunan aktivitas dan permintaan.

Analisis Teknikal terhadap Kripto

Banyak pedagang kripto beralih ke analisis teknis untuk membantu mereka membuat strategi mereka. Jenis analisis ini dapat memberi investor wawasan tentang pergerakan mata uang kripto di masa lalu dan membantu memprediksi ke mana arahnya di masa depan. Analisis teknis melibatkan penggunaan data dunia nyata untuk mencoba memprediksi masa depan pasar. Hal ini melibatkan proses melihat statistik masa lalu dari kripto yang bersangkutan, termasuk faktor-faktor seperti volume dan pergerakan. Analisis teknis bekerja berdasarkan prinsip bahwa sejarah berulang dalam hal harga atau tren kripto. Berdasarkan fakta ini, analis teknis bertujuan untuk membuat prediksi mengenai psikologi pasar dan cryptocurrency. Secara keseluruhan, analisis teknis lebih peduli tentang apa yang terjadi daripada mengapa itu terjadi. Fokusnya adalah pada penawaran dan permintaan daripada mengkhawatirkan lusinan variabel yang memengaruhi pergerakan harga. Analisis teknis dapat diterapkan pada keamanan apa pun dengan data perdagangan historis seperti kripto, valas, komoditas, dan saham. Salah satu elemen pertama dari analisis teknis yang harus dipelajari pedagang adalah garis tren.

Gambar 11. Tiga macam tren dalam sebuah grafik pergerakan harga.
Sumber: swissborg.com

Terdapat tiga tren yang dalam hal ini, yaitu:

1. Uptrend (tren naik): Dalam tren naik, tercipta harga tertinggi yang lebih tinggi dari sebelumnya dan harga terendah yang lebih tinggi dari yang sebelumnya.

2. Downtrend (tren turun): Dalam tren turun, tercipta harga tertinggi yang lebih rendah dari yang sebelumnya dan harga terendah yang lebih rendah dari yang sebelumnya.

3. Sideways trend (tren menyamping): Dalam tren menyamping, aset diperdagangkan dalam saluran horizontal. Tren menyamping menunjukkan bahwa cryptocurrency belum bergerak naik atau turun secara signifikan.

Terkadang trader juga menggunakan istilah “Bearish” dan “Bullish” untuk merujuk pada sebuah tren. Bullish berasal dari banteng, yang menyerang ke atas dengan tanduknya, sehingga mendorong harga lebih tinggi dan bearish berasal dari beruang, yang menyerang ke bawah dengan cakarnya, sehingga mendorong harga turun. Dalam kebanyakan kasus, cara untuk menempatkan garis tren adalah mulai dengan menempatkan garis tren tepat di harga terendah candlestick. Dari sana, secara kasar garis dapat diperpanjang sehingga menyentuh titik terendah candlestick berikutnya.

Konsep lain yang harus dipahami dalam analisis teknikal adalah support dan resistance. Keduanya adalah garis horizontal yang dapat digambar ke grafik perdagangan untuk mendapatkan informasi tentang cryptocurrency.

Resistance adalah level di mana tren naik diperkirakan akan berhenti atau rebound yang mengindikasikan konsentrasi penjual. Resistance adalah tingkat atau area harga tertentu yang diyakini sebagai titik atau area tertinggi pada suatu masa, dimana aksi jual cukup besar sehingga menghambat harga bergerak naik. Biasanya harga akan turun setelah menyentuh harga resistance. Jika resistance tembus (breakout), harga akan naik hingga resistance berikutnya.

Sedangkan, support adalah level di mana tren turun diperkirakan akan berhenti atau pulih karena konsentrasi pembeli. Ini merupakan tingkat atau area harga tertentu yang dapat diyakini sebagai titik terendah pada suatu masa, dimana seakan-akan tingkat harga ini menjaga supaya harga tidak jatuh lebih dalam. Saat menyentuh support, harga seperti memantul kembali ke atas. Jika support ini tertembus (breakdown), maka harga akan turun ke bawah hingga menemukan titik support baru.

Gambar 12. Identifikasi zona support dan resistance.
Sumber: swissborg.com

Selain itu, terdapat pula metode analisis teknikal dengan candlestick. Bentuk sebuah candlestick dapat bervariasi berdasarkan hubungan antara harga tertinggi, terendah, pembukaan dan penutupan hari itu.

Gambar 13. Analisis terhadap candlestick.
Sumber: swissborg.com

Terdapat dua jenis candlestick, yaitu candlestick bullish dan bearish. Candlestick bullish (bisa berwarna hijau atau putih) berarti harga penutupan berada di atas harga pembukaan. Misalnya, harga pembukaannya adalah sebesar $1000 dan harga penutupan adalah sebesar $1100, ini berarti harga suatu produk mengalami bullish, yang digambarkan dengan candlestick yang hijau atau putih. Sebaliknya, jika candlestick bearish (bisa merah atau hitam), harga penutupan dibawah harga pembukaan. Misalnya harga pembukaan sebesar $1000 dan harga penutupan sebesar $900, ini berarti harga suatu produk mengalami bullish, yang digambarkan dengan candlestick yang merah atau hitam.

Analisis teknis dapat memberikan wawasan kepada pedagang mata uang kripto tentang masa lalu kripto, memfasilitasi prediksi masa depan. Sebagian besar perangkat lunak charting memiliki banyak alat analisis teknis yang sudah ada di dalamnya dan itu dapat dilengkapi dengan analisis masing-masing investor. Untuk hasil terbaik, selalu coba gabungkan analisis teknikal dengan metode lain.

Masa Depan Cryptocurrency

Beberapa ekonom memperkirakan perubahan besar dalam kripto akan datang ketika uang institusional memasuki pasar. Selain itu, ada kemungkinan bahwa kripto akan mengambang di Nasdaq, yang selanjutnya akan menambah kredibilitas blockchain dan penggunaannya sebagai alternatif mata uang konvensional. Beberapa memperkirakan bahwa semua yang dibutuhkan kripto adalah dana yang diperdagangkan di bursa yang diverifikasi (Exchange Traded Fund, ETF).

Beberapa batasan yang dihadapi cryptocurrency saat ini – seperti fakta bahwa kekayaan digital seseorang dapat terhapus oleh kerusakan komputer, atau bahwa brankas virtual dapat dirampok oleh peretas – dapat diatasi pada waktunya melalui kemajuan teknologi. Apa yang akan lebih sulit untuk diatasi adalah paradoks dasar yang mengganggu cryptocurrency – semakin populer mereka, semakin banyak regulasi dan pengawasan pemerintah yang cenderung mereka tarik, yang mengikis premis mendasar untuk keberadaan mereka.

Agar cryptocurrency menjadi lebih banyak digunakan, mereka harus terlebih dahulu mendapatkan penerimaan luas di kalangan konsumen. Namun, kompleksitas relatif mereka dibandingkan dengan mata uang konvensional kemungkinan akan menghalangi kebanyakan orang, kecuali mereka yang mahir secara teknologi.

Cryptocurrency yang bercita-cita untuk menjadi bagian dari arus utama sistem keuangan mungkin harus memenuhi kriteria yang sangat berbeda. Kripto yang baik harus rumit secara matematis (untuk menghindari penipuan dan serangan peretas) tetapi mudah dipahami konsumen; terdesentralisasi tetapi dengan perlindungan konsumen yang memadai; dan menjaga anonimitas pengguna tanpa menjadi saluran untuk penghindaran pajak, pencucian uang, dan aktivitas jahat lainnya.

Munculnya Bitcoin telah memicu perdebatan tentang masa depannya dan mata uang kripto lainnya. Terlepas dari masalah Bitcoin baru-baru ini, keberhasilannya sejak peluncurannya pada tahun 2009 telah mengilhami penciptaan cryptocurrency alternatif seperti Ethereum, Litecoin, dan Ripple. Cryptocurrency yang bercita-cita untuk menjadi bagian dari sistem keuangan arus utama harus memenuhi kriteria yang sangat berbeda. Meskipun kemungkinan itu terlihat jauh, ada sedikit keraguan bahwa keberhasilan atau kegagalan Bitcoin dalam menghadapi tantangan yang dihadapinya dapat menentukan nasib cryptocurrency lainnya di tahun-tahun mendatang.

Dampak Lingkungan dari Cryptocurrency

Pengenalan terhadap Dampak Lingkungan

Selama beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kesadaran akan masalah lingkungan, beberapa diantaranya ialah pengurangan dampak pemanasan global, pengurangan konsumsi sumber daya alam tak terbarukan, pengurangan konsumsi barang sekali pakai, dan lain sebagainya. Di Eropa sendiri, sudah banyak masyarakat yang sadar akan pembangunan dan gaya hidup keberlanjutan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya undang-undang yang dikeluarkan oleh Komisi Uni Eropa yang berupaya untuk melaksanakan pembangunan yang selaras dengan usaha untuk tetap melestarikan lingkungan. (Glasson, et.al. 2012). Salah satu contoh dari undang-undang yang dikeluarkan oleh Uni Eropa adalah Directive 2000/60/EC, yang mengatur tentang sumber daya air di Eropa.

Selain itu, selama beberapa tahun terakhir ini juga sudah banyak komunitas-komunitas yang didirikan untuk meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya pembangunan dan gaya hidup berkelanjutan, seperti World Wildlife Fund (WWF), National Geographic Society, Greenpeace, National Wildlife Federation, dan masih banyak lagi. Di Indonesia sendiri, juga sudah banyak komunitas-komunitas peduli lingkungan yang didirikan, seperti WWF Indonesia, Greenpeace Indonesia, Zero Waste Indonesia, Diet Kantong Plastik, dan masih banyak lainnya.

Aktivitas-aktivitas manusia juga sangat berdampak terhadap lingkungan. Misalnya, pembangunan infrastruktur, yang harus dilakukan secara berkelanjutan, pembangunan saluran irigasi, pengelolaan sampah rumah tangga, pengelolaan industri pabrik, pertambangan, dan lain sebagainya. Namun, tidak terbatas pada hanya itu saja, penambangan terhadap mata uang kripto (cryptocurrency) juga memiliki dampak terhadap lingkungan.

Bagaimana Cryptocurrency dapat Berdampak pada Lingkungan

Untuk mendapatkan mata uang kripto, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, seperti membeli di pasar mata uang kripto, atau menambang sendiri, Kegiatan menambang kripto memiliki dampaknya tersendiri terhadap lingkungan, terutama terkait dengan pemanfaatan sumber daya energi bagi listrik yang digunakan untuk menambang mata uang kripto. Sumber daya yang digunakan untuk menambang mata uang kripto memerlukan konsumsi listrik. Cryptocurrency terbesar — Bitcoin, Bitcoin Cash, dan Ethereum — membutuhkan konsumsi energi dalam jumlah besar untuk berfungsi. Tahun 2017, gabungan blockchain ini menggunakan lebih banyak sumber daya listrik dari 159 negara. Tidak mengherankan, ini menciptakan masalah lingkungan besar yang menjadi ancaman bagi kesepakatan perubahan iklim Paris. Mengingat upaya bersama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca global. Berdasarkan Perjanjian Paris, yang berlangsung pada Desember 2015, 196 negara menyetujui rencana global untuk mengurangi perubahan iklim di tahun-tahun mendatang, mengusulkan untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah dua derajat Celcius

Gambar 14. Perkiraan jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh Bitcoin sendiri dalam periode waktu tiga dekade.
Sumber: Mora, Rollins, et.al. Nature Climate Change, diambil dari Financial Times

BBC melaporkan pada tahun 2021 bahwa Bitcoin, jaringan cryptocurrency paling terkenal, menggunakan listrik 133,68 Terawatt-hours setiap tahunnya. Angka ini jauh lebih besar dari Argentina, Norwegia, Ukraina, dan Swedia.

Gambar 15. Penggunaan listrik untuk penambangan Bitcoin dibandingkan dengan beberapa negara.
Sumber: Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index, diambil dari Financial Times

Menurut Digiconomist, situs analitik cryptocurrency, jaringan Ethereum menggunakan sumber daya energi sebanyak yang digunakan oleh seluruh negara Qatar. Salah satu perhatian utama di kalangan pecinta lingkungan adalah bahwa penambangan cenderung menjadi kurang efisien karena harga mata uang kripto meningkat. Penambangan cenderung kurang efisien ketika harga meningkat disebabkan karena semakin banyaknya penambang yang tertarik untuk menambang mata uang kripto jika harganya naik, yang berimbas pada semakin meningkatnya penggunaan listrik untuk penambangan mata uang kripto. Harga yang lebih tinggi dapat berarti juga mesin yang memproduksi suatu mata uang kripto juga dipaksa untuk menyelesaikan teka-teki yang semakin sulit untuk dapat menambang suatu mata uang kripto. Memperoleh sebuah mata uang kripto seperti menambang berlian. Menemukan berlian tambahan membutuhkan lebih banyak investasi untuk menggali lebih dalam untuk mencarinya. Sistem Bitcoin bekerja dengan cara yang serupa: memperoleh Bitcoin tambahan membutuhkan lebih banyak listrik. Seiring pertumbuhan industri Bitcoin, konsumsi listrik secara keseluruhan yang disebabkan oleh setiap transaksi individu akan meningkat tajam.

Menurut para peneliti di University of Cambridge, sekitar 65% penambangan Bitcoin terjadi di China, negara yang mendapatkan sebagian besar listriknya dengan membakar batu bara. Batubara dan bahan bakar fosil lainnya saat ini menjadi sumber utama listrik di seluruh dunia, baik untuk operasi penambangan cryptocurrency dan industri lainnya. Namun, pembakaran batu bara merupakan kontributor signifikan terhadap perubahan iklim sebagai akibat dari karbon dioksida yang dihasilkan oleh proses tersebut. Menurut sebuah laporan oleh CNBC, penambangan Bitcoin menyumbang sekitar 35,95 juta ton emisi karbon dioksida setiap tahun, kira-kira jumlah yang sama dengan Selandia Baru. Perhitungan penggunaan energi terbarukan yang digunakan untuk menambang Bitcoin cukup kontroversial dan sering diperdebatkan. Misalnya, sebuah laporan oleh Cambridge Center for Alternative Finance menemukan bahwa hanya 39% dari penambangan Bitcoin berasal dari energi terbarukan.

Selain konsumsi energi, penambangan cryptocurrency juga menghasilkan sejumlah besar limbah elektronik karena perangkat keras yang digunakan untuk menambang mata uang kripto memiliki umur yang terbatas dan akhirnya menjadi usang, terutama Application-Specific Integrated Circuits, perangkat keras khusus untuk menambang cryptocurrency paling populer. Tidak seperti perangkat keras komputer lainnya, sirkuit ini tidak dapat digunakan kembali untuk tujuan lain, dan dengan cepat dapat menjadi usang. Menurut Digiconomist, jaringan Bitcoin menghasilkan antara delapan dan 12 ribu ton sampah elektronik setiap tahun.

Namun, ada ruang bagi ketidaksepakatan terhadap statistik yang menunjukkan borosnya penggunaan listrik untuk menambang mata uang kripto. Menurut Michel Rauchs, peneliti di Cambridge, ia menunjukkan bahwa sebagian pertambangan di China berasal dari pembangkit listrik tenaga air bersih, termasuk dengan mesin yang diangkut dari utara ke selatan negara itu dengan truk setiap tahun di musim hujan. Tenaga air itu tidak serta merta dialihkan dari tempat lain; beberapa pembangkit listrik ini didirikan untuk pabrik yang sudah tidak ada lagi. Dalam kasus-kasus itu, “Saya tidak melihat bahwa itu selalu menjadi masalah”, tambahnya. Sekitar 75 persen penambang menggunakan beberapa jenis energi terbarukan, studi Cambridge menunjukkan, tetapi energi terbarukan masih terhitung kurang dari 40 persen dari total energi yang digunakan. Beberapa penambangan juga dapat dilakukan di luar jaringan, sehingga lebih sulit untuk dilacak.

Gambar 16. Statistik penambang yang menggunakan energi terbarukan dibandingkan dengan yang tidak menggunakan energi terbarukan.
Sumber: 3rd Global Cryptoasset Benchmarking Study, diambil dari Financial Times

Terlepas dari pro kontra dari mata uang kripto ini sendiri, terdapat sedikit keraguan bahwa Bitcoin dan blockchain proof-of-work lainnya menggunakan energi dalam jumlah besar. Sebagian besar penggunaan energi ini berasal dari pembakaran batu bara dan bahan bakar fosil lainnya, meskipun pendukung cryptocurrency berpendapat bahwa sumber terbarukan juga merupakan komponen utama. Meskipun angka pastinya masih diperdebatkan, bahkan skenario kasus terbaik pun menunjukkan bahwa pertambangan merupakan faktor utama dalam emisi karbondioksida.

Bagaimana Menambang Cryptocurrency dengan Cara yang Berkelanjutan?

Dua akibat besar dari penambangan mata uang kripto adalah kekhawatiran akan penggunaan sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batu bara, yang mengakibatkan meningkatnya kadar karbondioksida yang menyebabkan kenaikan suhu rata-rata bumi, atau pemanasan global, dan meningkatnya limbah elektronik dari penambangan mata uang kripto. Persoalan besarnya adalah, dapatkah menambang mata uang kripto dengan cara yang berkelanjutan? Dapatkah menambang mata uang kripto dengan tidak atau sedikit menghasilkan karbondioksida dan tidak atau sedikit menghasilkan limbah elektronik?

Dari ribuan mata uang kripto yang ada, sudah ada beberapa mata uang kripto yang ditambang dengan berlandaskan prinsip berkelanjutan, seperti SolarCoin, BitGreen, Cardano, Stellar, Ripple, Nano, IOTA, EOSIO, TRON, Burstcoin, Holochain/HoloTokens, DEVVIO, Hedera Hashgraph, Chia, Algorand, Metahash, dan Ethereum. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Energy Research and Social Science, Jon Truby dari Qatar University mengeksplorasi cara mempromosikan aplikasi Blockchain yang ramah lingkungan tanpa merusak nilai sektor yang sedang berkembang ini.

Salah satunya adalah dengan kebijakan pungutan pajak untuk transaksi Bitcoin dalam satuan emisi karbon per transaksi, yang secara tidak langsung dapat mendorong preferensi untuk teknologi yang lebih efisien. Selain itu, tenaga surya dan sumber energi hijau harus digunakan dalam menambang mata uang kripto. Genesis Mining, perusahaan yang menawarkan jasa penyedia alat penambang Bitcoin, memungkinkan penambangan untuk Bitcoin dan Ethereum di Cloud. Perusahaan yang berbasis di Islandia ini menggunakan 100% energi terbarukan dan sekarang menjadi salah satu penambang terbesar di dunia.

Insentif energi hijau untuk blockchains masa depan juga diperlukan. Blockchain baru dapat dengan mudah menawarkan insentif yang lebih baik kepada penambang, seperti lebih banyak cryptocurrency dan fitur menarik lainnya, yang pada akhirnya memaksa penambang yang berpolusi untuk berpindah ke platform yang lebih ramah lingkungan. Mereka juga dapat meminta semua penambang untuk membuktikan bahwa mereka menggunakan energi hijau dan menolak pembayaran kepada mereka yang tidak.

Bitcoin, Bitcoin Cash, dan Ethereum semuanya bergantung pada pemecahan masalah kriptografi yang tidak efisien energi yang dikenal sebagai “Proof of Work” untuk beroperasi. Banyak blockchain yang lebih baru menggunakan sistem “Proof of Stake” (PoS) yang mengandalkan insentif pasar. Pemilik server pada sistem PoS disebut “validator” — bukan “penambang.” Mereka menyetor, atau “mempertaruhkan” sejumlah besar cryptocurrency, sebagai imbalan atas hak untuk menambahkan blok ke blockchain. Dalam sistem Proof of Work, penambang bersaing satu sama lain untuk melihat siapa yang dapat memecahkan masalah tercepat dengan imbalan hadiah, menghabiskan banyak energi. Namun dalam sistem PoS, validator dipilih oleh algoritma yang mempertimbangkan “taruhan” mereka. Menghapus elemen kompetisi akan menghemat energi dan memungkinkan setiap mesin dalam sistem PoS untuk bekerja pada satu masalah pada satu waktu, berbeda dengan sistem Proof of Work, di mana sejumlah besar mesin bergegas untuk memecahkan masalah yang sama. Selain itu, jika validator gagal berperilaku jujur, validator dapat dihapus dari jaringan — yang membantu menjaga sistem PoS tetap akurat.

Blockchain berbasis DPoS menghitung dengan sistem pemungutan suara dimana pemegang pasak memberikan pekerjaannya kepada pihak ketiga. Dalam kata lain, mereka dapat memungut suara untuk memilih beberapa delegasi yang dapat mengamankan jaringan atas nama mereka. Para delegasi ini juga dapat dirujuk sebagai saksi, dan mereka bertanggung jawab untuk mencapai konsensus dalam pembuatan dan validasi blok baru. Tenaga pemilihan adalah proporsional dengan jumlah koin yang dipegang pengguna. Sistem pemungutan suara bervariasi dari proyek ke proyek, tapi pada umumnya, setiap delegasi memberikan sebuah proposal individu dengan meminta suara. Biasanya, upah yang dipungut oleh para delegasi dibagi proporsional dengan para pemilih. Maka dari itu, algoritma DPoS membuat sistem pemungutan suara yang bergantung dengan reputasi delegasi. Jika node yang terpilih melakukan hal yang tidak benar atau bekerja dengan tidak efisien, maka node tersebut akan dikeluarkan dan secara cepat digantikan dengan yang lain. Untuk urusan performa, blockchain DPoS lebih berskala dan dapat memproses lebih banyak transaksi per detik (TPS), dibandingkan dengan PoW dan PoS. Diantara cryptocurrency terbesar, Ethereum sedang bertransisi menuju Proof of Stake. Pengembang perlu berpikir panjang dan keras sebelum membuat blockchain Proof of Work baru karena semakin sukses mereka, semakin buruk dampak ekologis yang mungkin mereka miliki.

Kesimpulan

Perkembangan zaman melahirkan berbagai inovasi baru yaitu internet yang berujung pada konsep digitalisasi. Krisis finansial pada tahun 2008 membawa berbagai dampak yang signifikan pada dunia, salah satu dampak yang disebabkan oleh krisis ini adalah hilangnya kepercayaan terhadap institusi keuangan. Banyak pihak sudah menginisiasi konsep dari mata uang digital yang terdesentralisasi, tetapi ide ini baru mulai diterima oleh masyarakat saat Satoshi Nakamoto mengeluarkan white-paper yang berjudul “Bitcoin : A Peer-to-Peer Electronic Cash System”.

Sistem blockchain yang aman dan terdesentralisasi ini membuat mata uang kripto berpotensi menjadi alat pembayaran yang andalan di masa depan. Sistem keamanan berupa hash algorithm, timestamp, dan proof-of-work meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan mata uang kripto. Arti kata masyarakat disini mengandung banyak makna seperti miners, investor, dan spekulator atau trader. Masing-masing dari mereka mengambil manfaatnya tersendiri dengan kehadiran mata uang kripto.

Mata uang kripto, terutama Bitcoin, dengan potensi yang dimilikinya membawa dampak yang signifikan pada sistem keuangan dan perekonomian negara bahkan dunia. Fundamental mata uang digital yang bersifat anonim dan berkeamanan tinggi ini membuat masyarakat mulai mengalokasikan kekayaannya pada dunia mata uang kripto. Hal ini membuat sistem keuangan dan perekonomian negara-negara di dunia menjadi dalam kondisi yang tidak menentu dan diambang batas perubahan. Kemunculan dari Dark Web, para spekulan, dan hilangnya kontrol oleh pemerintah serta institusi keuangan membawa berbagai dampak positif dan negatif. Tetapi yang pasti cryptocurrency akan membawa perubahan yang besar kepada dunia.

Banyak negara, banyak pula perspektifnya terhadap mata uang kripto. Ada yang sama sekali menolak keberadaanya, ada yang melegalkannya sebagai instrumen perdagangan, dan ada pula negara yang menjadikan Bitcoin, cryptocurrency terbesar di dunia, sebagai alat transaksi di negaranya. Beberapa bank sentral di dunia juga memiliki rencana untuk menerbitkan mata uang digital mereka sendiri, termasuk di Indonesia. Indonesia memandang mata uang kripto sebagai instrumen perdagangan yang diatur oleh undang-undang melalui Kementerian Perdagangan.

Perlu diingat bahwa mata uang kripto dapat menjadi bubble. Ketika hal tersebut menjadi tren, harganya akan cenderung terus meningkat, jauh melampaui nilai intrinsiknya. Sampai ada masanya ketika bubble itu pecah, dimana harga mata uang kripto dapat turun drastis. Selain itu juga, mata uang kripto merupakan hal yang sangat volatil. Volatilitasnya sebagian besar ditentukan oleh reaksi investor dan pedagang kripto terhadap suatu isu atau berita yang terjadi terkait dengan suatu mata uang kripto. Analisis fundamental dan teknikal terhadap mata uang kripto juga dapat dilakukan. Walaupun dalam analisis fundamental, ia memiliki beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan instrumen investasi lainnya, seperti saham. Analisis fundamental yang dapat dilakukan adalah dengan metode Metrik Keuangan, Metrik Proyek, dan Metrik Blockchain. Selain itu, analisis teknikal juga dapat dilakukan dengan melihat garis tren pada grafik, candlestick, dan dengan konsep support dan resistance.

Perlu diketahui juga bahwa mata uang kripto memiliki dampak terhadap lingkungan, yang paling besar adalah peningkatan kadar karbondioksida sebagai akibat penggunaan listrik tidak ramah lingkungan yang berlebihan untuk menambang mata uang kripto dan limbah elektronik dari peralatan penambangan yang sudah usang. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menambang mata uang kripto secara berkelanjutan antara lain dengan kebijakan pungutan pajak setiap karbondioksida yang dihasilkan, insentif terhadap penambangan dengan energi hijau dan energi terbarukan lainnya, dan menerapkan sistem Proof of Stake dan Delegate Proof of Stake secara perlahan. Dengan menambang mata uang kripto secara berkelanjutan, kita dapat mencari keuntungan finansial sekaligus melestarikan lingkungan kita agar bumi kita tetap terjaga dan tetap layak dihuni oleh generasi yang akan datang.

Referensi

Allison, I. (2019). ‘Already Live’: Signature Bank Is Moving Millions on a JPMorgan-Like Private, Dollar-Backed Cryptocurrency – CoinDesk. CoinDesk. Retrieved 27 June 2021, from https://www.coindesk.com/already-live-signature-bank-is-moving-millions-on-a-jpmorgan-like-private-dollar-backed-cryptocurrency.

Anurag. (2017). 5 Impacts of Bitcoin on Economy, Banking, & Finance. newgenapss.com. Retrieved 26 June 2021, from https://www.newgenapps.com/blogs/impact-of-bitcoins-onthe-economy-banks-finance/

Athey, S., Catalini, C. Tucker, C. (2017). The Digital Privacy Paradox: Small Money, Small Costs, Small Talk. Stanford University Graduate School of Business. Retrieved 26 June 2021, from https://www.nber.org/papers/w23488

Badea, L.. & Mungiu-Pupazan, M. (2021). The Economic and Environmental Impact of Bitcoin. Retrieved 30 June 2020 from IEEE Xplore Full-Text PDF:

Barone, A. (2019). The Future Of Cryptocurrency. Investopedia. Retrieved 27 June 2021, from https://www.investopedia.com/articles/forex/091013/future-cryptocurrency.asp#citation17.

Belkhir, L. & Elmeligi, A. Assessing ICT global emissions footprint: Trends to 2040 & recommendations. J. Cleaner Prod., vol. 177, pp. 448–463, Mar. 2018, doi:10.1016/j.jclepro.2017.12.239.

Bitcoin Mining Map. Cbeci.org. (2021). Retrieved 30 June 2021 from Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index (CBECI)

Bitcoin Volatility Index – Charts vs Dollar & More. Buybitcoinworldwide.com. (2021). Retrieved 26 June 2021, from https://www.buybitcoinworldwide.com/volatility-index/.

Blinder, M. (2018). Making Cryptocurrency More Environmentally Sustainable. Retrieved 30 June 2021 from https://hbr.org/2018/11/making-cryptocurrency-more-environmentallysustainable

Briere M., Oosterlinck K., and Szafarz A. (2015). Virtual Currency, Tangible Return: Portfolio Diversification with Bitcoin. Journal of Asset Management. Retrieved 27 June 2021, from https://www.semanticsscholar.org

Browne, R. (2021). Crypto investors ‘should be prepared to lose all their money,’ top UK regulator warns. CNBC. Retrieved 27 June 2021, from https://www.cnbc.com/2021/01/11/crypto-investors-risk-losing-all-their-money-uks-fcawarns.html.

Bruyn, A. S. (2017). Blockchain: An Introduction. beta.vu.nl. Retrieved 26 June 2021, from https://beta.vu.nl/nl/Images/werkstuk-bruyn_tcm235-862258.pdf

Bubble | CoinMarketCap. Coinmarketcap.com. (2021). Retrieved 27 June 2021, from https://coinmarketcap.com/alexandria/glossary/bubble.

Crypto in free fall: Bitcoin tanks 30% to $31,000, Ethereum loses 40%, Dogecoin down 45% Business Today. (2021). Retrieved 27 June 2021, from https://www.businesstoday.in/commodities/story/crypto-in-free-fall-bitcoin-tanks-30-to31000-ethereum-loses-40-dogecoin-down-45-296457-2021-05-19.

Cyborg. (2020). How to Apply Technical Analysis to Cryptocurrencies. Retrieved 27 June 2020 from https://swissborg.com/blog/how-to-apply-technical-analysis-to-cryptocurrencies

Damasha, K. (2020). 6 Daftar Komunitas Peduli Lingkungan untuk Kamu yang Ingin Berkontribusi Menjaga Bumi. Retrieved 30 June 2021 from https://www.cekaja.com/info/6-daftar-komunitas-peduli-lingkungan

Darmawan, H. (2017). Mengenal Support dan Resistance pada Grafik Perdagangan Saham Retrieved 27 June 2021 from https://www.finansialku.com/mengenal-support-danresistance-dalam-grafik-perdagangan-saham/

De Lea, B. (2021). Bitcoin miners agree to form council amid meeting with Elon Musk. Fox Business. Retrieved 27 June 2021, from https://www.foxbusiness.com/markets/bitcoinminers-form-council-meeting-elon-musk.

Downey, L. (2021). What Is a Store Of Value?. Investopedia. Retrieved 26 June 2021, from https://www.investopedia.com/terms/s/storeofvalue.asp.

Energy Consumption by Country inc. Bitcoin + Ethereum (Annualized TWh). Digiconomist.com (2021). Retrieved 30 June 2020 from https://digiconomist.net/ethereum-energyconsumption/

Eur-lex.europa.eu. (2000). Directive 2000/60/EC of the European Parliament and of the Council. Retrieved 27 June 2021 from https://eur-lex.europa.eu/resource.html?uri=cellar:5c835afb2ec6-4577-bdf8-756d3d694eeb.0004.02/DOC_1&format=PDF

Faden, M. (2021). Banks Move into Cryptocurrency Payments. American Express. Retrieved 27 June 2021 from https://www.americanexpress.com/us/foreign-exchange/articles/us-bankssupport-cryptocurrency-payments/

Farquhar, P. (2018). The US Supreme Court just spoke about a bitcoin future for the first time. Business Insider. Retrieved 27 June 2021, from The US Supreme Court just spoke about a bitcoin future for the first time | Business Insider

Frankenfield, J. (2020). Block Reward. Retrieved 27 June 2021 from https://www.investopedia.com/terms/b/block-reward.asp

Freeman, J. (2021). Egypt and Cryptocurrency. Freeman Law. Retrieved 27 June 2021, from https://freemanlaw.com/egypt-and-cryptocurrency/.

Glasson, J. Therivel, R. Chadwick, A. (2012). Introduction to Environmental Impact Assessment. Abingdon. Routledge

Hardle W. K., Harvey C. R., and Reule R. C. G.Understanding Cryptocurrencies. Journal of Financial Econometrics. Retrieved 8 June 2021, from

https://doi.org/10.1093/jjfinec/nbz033

J.P. Morgan Creates Digital Coin for Payments. Jpmorgan.com. (2021). Retrieved 27 June 2021, from https://www.jpmorgan.com/solutions/cib/news/digital-coin-payments.

JPMorgan to use cryptocurrency for corporate-payments business. (2019). Retrieved 27 June 2021, from https://www.americanbanker.com/articles/jpmorgan-to-use-cryptocurrencyfor-corporate-payments-business

Kharpal, A. (2021). China has given away millions in its digital yuan trials. This is how it works. CNBC. Retrieved 27 June 2021, from https://www.cnbc.com/2021/03/05/chinas-digitalyuan-what-is-it-and-how-does-it-work.html

Kharpal, A. (2021). El Salvador becomes first country to adopt bitcoin as legal tender after passing law. CNBC. Retrieved 27 June 2021, from https://www.cnbc.com/2021/06/09/elsalvador-proposes-law-to-make-bitcoin-legal-tender.html.

Khohir, R. (2020). Analisis Volatilitas Cryptocurrency untuk Estimasi Value at Risk Menggunakan Model Garch. 8-9 Kuepper, J. (2021). Cboe Volatility Index (VIX). Investopedia. Retrieved 26 June 2021, from https://www.investopedia.com/terms/v/vix.asp.

Library of Congress. Retrieved 27 June 2021, from https://www.loc.gov/law/help/cryptocurrency/cryptocurrency-world-survey.pdf

Lin, M. B., Khowaja, K. Chen, C. Y. H. Hardle W. K. (2020) Blockchain Mechanism and Distributional Characteristics of Cryptos. econpapers.repec.org. Retrieved 8 June 2021 from https://econpapers.repec.org/scripts/search.pf?ft=Blockchain+Mechanism+and+Distributional+Characteristics+of+Cryptos

Mainfinex (2019). The basics of Technical Analysis for Cryptocurrency Trading. Retrieved 27 June 2021 from https://medium.com/@mainfinex/the-basics-of-technical-analysis-forcryptocurrency-trading-38289893045c

Makkatutu, I. (2019). 10 Lembaga Lingkungan Hidup Internasional yang Penting Anda Ketahui. Retrieved 30 June 2021 from https://klikhijau.com/read/10-lembaga-lingkungan-hidupinternasional-yang-penting-anda-ketahui/

Martin, W. (2017). Bitcoin swings wildly as its price plunges. Business Insider Australia. Retrieved 27 June 2021, from https://www.businessinsider.com.au/bitcoin-price-drops-plungesfriday-december-22-2017-12.

Matthews, L. (2021). The 16 Most Sustainable Cryptocurrencies for 2021. Retrieved 30 June 2021 from https://www.leafscore.com/blog/the-9-most-sustainable-cryptocurrencies-for-2021/

Mecca, B. (2019). How can we reduce Bitcoin Pollution?. Retrieved 30 June 2021 from https://environment-review.yale.edu/how-can-we-reduce-bitcoin-pollution-0

Milutinovic, M. (2017). Cryptocurrency. econpapers.repec.org. Retrieved 7 June 2021, from https://econpapers.repec.org/scripts/search.pf?ft=Cryptocurrency

Mochizuki, T., & Vigna, P. (2018). Cryptocurrency Worth $530 Million Missing From Japanese Exchange. WSJ. Retrieved 27 June 2021, from https://www.wsj.com/articles/cryptocurrency-worth-530-million-missing-from-japaneseexchange-1516988190.

Morris, D. (2017). Bitcoin Hits a New Record High, But Stops Short of $20,000. Fortune. Retrieved 27 June 2021, from https://fortune.com/2017/12/17/bitcoin-record-high-short-of-20000/.

Nakamoto, S. (2008). Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System. bitcoin.org. Retrieved 7 June 2021, from https://bitcoin.org/en/

Partida, D. (2021). How to Perform Crypto Fundamental Analysis. Swissborg.com. Retrieved 27 June 2021, from https://swissborg.com/blog/crypto-fundamental-analysis.

Penjelasan Mengenai Delegated Proof o Stake (DPoS). Tdaddkoin.id. Retrieved 30 June 2021 from http://tdaddkoin.id/573/penjelasan-mengenai-delegated-proof-of-stake-dpos/

Prepared Remarks of FinCEN Director Kenneth A. Blanco, delivered at the 2018 Chicago-Kent Block (Legal) Tech Conference. Fincen.gov. (2018). Retrieved 27 June 2021, from Prepared Remarks of FinCEN Director Kenneth A. Blanco, delivered at the 2018 ChicagoKent Block (Legal) Tech Conference | FinCEN.gov

Reiff, N. (2021). Canada Banks Ban Users From Buying Cryptocurrency. Investopedia. Retrieved 27 June 2021, from https://www.investopedia.com/news/canada-banks-ban-users-buyingcryptocurrency/.

Reiff, N. (2021). What’s the Environmental Impact of Cryptocurrency?. Retrieved 30 June 2021 from https://www.investopedia.com/tech/whats-environmental-impact-cryptocurrency/

Scott, G. (2021). Cboe Options Exchange. Investopedia. Retrieved 26 June 2021, from https://www.investopedia.com/terms/c/cboe.asp.

Signature Bank Unveils Proprietary Digital Payments Platform, Signet™. Businesswire.com. (2018). Retrieved 27 June 2021, from https://www.businesswire.com/news/home/20181204005239/en/Signature-Bank-UnveilsProprietary-Digital-Payments-Platform-Signet%E2%84%A2.

Statement of Jennifer Shasky Calvery, Director Financial Crimes Enforcement Network United States Department of the Treasury. Fincen.gov. (2021). Retrieved 27 June 2021, from https://www.fincen.gov/sites/default/files/2016-08/20131119.pdf.

Stempel, J. (2016). Bitcoin is money, U.S. judge says in case tied to JPMorgan hack. Reuters. Retrieved 27 June 2021 from Bitcoin is money, U.S. judge says in case tied to JPMorgan hack | Reuters

Strauss, L. (2021). Bitcoin Hits a New High. What to Know.. Barrons.com. Retrieved 27 June 2021, from https://www.barrons.com/articles/bitcoin-hits-new-high-breaking-60k-barrier51615652498.

TD Bank stops allowing use of credit cards to buy cryptocurrencies | CBC News. CBC. (2021). Retrieved 27 June 2021, from https://www.cbc.ca/news/business/td-banks-bitcoin1.4549697.

Usai Elon Musk Tampil di SNL, Harga Dogecoin Anjlok | Market – Bisnis.com. Bisnis.com. (2021). Retrieved 26 June 2021, from https://market.bisnis.com/read/20210509/94/1392228/usai-elon-musk-tampil-di-snlharga-dogecoin-anjlok.

Virtual Currencies | Internal Revenue Service. Irs.gov. (2021). Retrieved 27 June 2021, from https://www.irs.gov/businesses/small-businesses-self-employed/virtual-currencies

Written by:

Research and Development Division

Emir Reza Pahlawan
emir.pahlawan@gmail.com

Ginung Rizky Shaumi ginungrizkyshaumi@gmail.com

Published by:

Operation and Infrastructure Division

Abdullah Azzam Alfatih Ramadhan

Abdullah.azzam31@ui.ac.id