Published on June 20th, 2024

Full Call Auction: Liquidity vs Uncertainty

Bursa Efek Indonesia dan Full Call Auctionhuluan

Pasar saham, khususnya pasar sekunder adalah tempat di mana saham perusahaan (emiten) diperjualbelikan di antara investor. Pasar ini berperan penting dalam pertumbuhan perusahaan dalam memperoleh modal untuk melakukan ekspansi. Selain itu investor juga berkesempatan untuk meraih keuntungan melalui capital gain atau dividen (Murry, 2024). Setiap pasar saham difasilitasi, diawasi dan diatur oleh suatu badan hukum yang dinamakan Bursa Efek.

Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah badan hukum yang memiliki wewenang untuk memfasilitasi perdagangan saham di Indonesia. BEI menerapkan mekanisme yang telah diatur secara ketat  dalam rangka memastikan adanya transparansi dan keadilan bagi semua pelaku pasar, baik penjual maupun pembeli saham. Secara umum, BEI menggunakan mekanisme perdagangan kontinu dimana semua order beli dan jual diproses secara real-time sesuai dengan urutan masuknya order tersebut. Setiap kali ada kecocokan antara harga beli dan harga jual yang masuk ke sistem, transaksi terjadi dan harga saham akan terus diperbaharui. Mekanisme ini adalah mekanisme yang terjadi apabila kita melakukan transaksi pada emiten yang tidak masuk ke dalam Papan Pemantauan Khusus. Proses ini memungkinkan adanya likuiditas yang tinggi dan pembentukan harga yang cepat apabila permintaan dan penawaran pasar masih dalam taraf normal (Chen, 2022).

Namun pada kondisi tertentu, sesuai dengan beberapa kriteria yang telah ditetapkan oleh BEI, emiten akan dimasukan ke Papan Pemantauan Khusus (PPK) dimana mekanisme perdagangan yang diterapkan bukanlah perdagangan kontinu melainkan Full Call Auction (FCA) (Puspadini,2024). FCA adalah metode di mana semua order beli dan jual yang masuk dalam suatu periode dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dicocokkan secara bersama pada satu waktu. Harga yang dihasilkan dari proses ini adalah harga yang dapat memaksimalkan volume perdagangan, untuk memastikan sebanyak mungkin order yang dapat dieksekusi (Hayes, 2022).

Penerapan FCA bertujuan untuk mengurangi volatilitas harga dan memastikan pembentukan yang lebih adil dan efisien, sehingga sulit dipengaruhi oleh kenaikan signifikan dalam permintaan dan penawaran sementara. FCA memberikan periode waktu tertentu untuk mengumpulkan order sehingga semua pelaku pasar memiliki kesempatan yang sama dalam melakukan order, tanpa diburu-buru atau dipengaruhi oleh fluktuasi harga jangka pendek. Dengan demikian mekanisme FCA diharapkan dapat membantu menciptakan pasar yang lebih stabil dan transparan, terutama bagi saham-saham yang sedang dalam pengawasan ketat BEI (Heriyanto, 2024).

Dalam artikel ini, kami akan membahas lebih lanjut mengenai mekanisme penerapan FCA serta dampaknya melalui studi kasus pada salah satu perusahaan yang telah mengalami mekanisme baru ini, yaitu PT Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO). 

Latar Belakang Penggunaan Full Call Auction

Mekanisme Full Call Auction (FCA) yang diterapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan perluasan dari konsep call auction. Call auction adalah mekanisme dimana pelaku pasar menempatkan pesanan untuk dibeli atau dijual pada harga bid atau offer tertentu, yang kemudian digabungkan dan dicocokkan pada interval waktu yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, pesanan yang telah dikumpulkan tersebut dipenuhi pada harga dengan kecocokan terbaik secara keseluruhan (Hayes, 2022). Penerapan mekanisme ini sudah berlangsung dari akhir abad ke-19. Memasuki era pra komputer, call auction menjadi bentuk perdagangan yang jarang digunakan, tetapi kini kembali diimplementasikan dan menjadi komponen penting pasar saham. 

Selama bertahun-tahun, call auction telah diperkenalkan kembali di berbagai negara untuk pengurangan volatilitas maupun peningkatan likuiditas. Sebagai contoh, pada 1 April 2013, Securities and Exchange Board of India (SEBI) menerapkan periodic call auction,  jenis call auction yang diadakan pada interval waktu tertentu, untuk saham-saham yang tidak likuid. Tujuan dari penerapan tersebut adalah untuk untuk membawa order dan efisiensi perdagangan saham-saham yang tidak likuid (Mogal, 2024). Selanjutnya, pada 20 Agustus 2018, The Shanghai Stock Exchange (SSE) mengubah mekanisme perdagangannya dari continuous trading, dimana pembeli dan penjual dapat melakukan pemesanan dan dicocokkan secara terus menerus setiap pasar buka, menjadi call auction. Perubahan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pasar dengan meningkatkan likuiditas, mengurangi volatilitas, dan menyediakan proses penentuan harga yang lebih efisien (Ma, Wang, Fang, & Wang, 2020). Call auction juga diterapkan di Taiwan Stock Exchange (TWSE), Korea Exchange (KRX), Japan Exchange Group (JPX) dan bursa efek lainnya untuk tujuan yang serupa.

Bursa Efek Indonesia (BEI) juga memberlakukan call auction untuk untuk saham-saham yang masuk ke dalam Papan Pemantauan Khusus (PPK), papan pencatatan yang ditujukan untuk perusahaan-perusahaan terdaftar yang memenuhi kriteria spesifik yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Pemberlakukan tersebut berkembang melalui dua tahap. Tahap I diterapkan mulai 12 Juni 2023 dengan sistem lelang berkala atau hybrid call auction. Pada tahap ini, saham emiten yang diperdagangkan dalam papan tersebut dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu continous auction untuk saham yang terkena kriteria likuiditas rendah dan periodic call auction untuk kriteria lainnya. Kemudian, pada tahap II yang berlangsung mulai 25 April 2024, saham-saham yang terdaftar dalam PPK sepenuhnya diperdagangkan dengan sistem FCA (Bloomberg Technoz). Meningkatkan transparansi, efisiensi, dan likuiditas pasar adalah tujuan utama penerapan FCA. Dengan mekanisme ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) berupaya menciptakan pasar yang lebih adil dan stabil, di mana harga saham mencerminkan keseimbangan nyata antara permintaan dan penawaran, serta mengurangi volatilitas yang sering terjadi pada momen-momen penting seperti pembukaan dan penutupan pasar (Ekuid). Pemberlakuan mekanisme tersebut berdasarkan penerbitan Peraturan Bursa Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus dan Nomor II-X tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus.

Mekanisme Full Call Auction

Secara umum, mekanisme FCA adalah sebagai berikut (Hayes, 2022):

1. Pengumpulan order: Semua buy/sell order dikumpulkan selama periode yang telah ditentukan sebelumnya (tanpa adanya eksekusi).

2. Penentuan harga kesetimbangan: Setelah periode pengumpulan berakhir, harga kesetimbangan ditentukan. Harga ini adalah harga di mana jumlah buy order dan sell order maksimal.

3. Eksekusi secara serentak: Semua order dieksekusi secara serentak pada indicative equilibrium price (IEP) yang telah ditentukan.

Contoh penerapan sederhananya adalah ketika FCA diberlakukan pada saham $VWXY yang tidak likuid untuk diperdagangkan pada pukul 13:00 WIB. Fasilitator mengumpulkan sell/buy order berikut sebelumnya:

  • Beli 50 saham pada harga Rp885
  • Beli 75 saham pada harga Rp875
  • Beli 100 saham pada harga Rp870
  • Jual 100 saham pada harga Rp870
  • Jual 75 saham pada harga Rp880
  • Jual 50 saham pada harga Rp890

Match terbaik diputuskan pada harga Rp870 per saham. Ini adalah harga yang dieksekusi untuk semua pesanan yang telah digabungkan pada saat itu.

Perbedaannya dengan Continuous Auction 

Menurut BEI (2024), FCA dan continuous auction memiliki beberapa perbedaan mendasar dalam cara penentuan harga dan eksekusi perdagangan. Dalam FCA, keterbukaan penentuan harga dicapai melalui indicative equilibrium volume (IEV) dan indicative equilibrium price (IEP), yang memberikan gambaran harga kesetimbangan sebelum eksekusi order secara serentak. 

Sebaliknya, pada continuous auction, harga ditentukan oleh bid dan offer yang terus menerus diperbaharui berdasarkan permintaan dan penawaran saat itu. 

FCA tidak memungkinkan order untuk segera diperjumpakan, karena semua order dikumpulkan terlebih dahulu sebelum dieksekusi bersama, sedangkan dalam continuous auction, order dapat segera dieksekusi saat ditemukan kecocokan antara bid dan offer

Dari segi volatilitas, FCA cenderung memiliki volatilitas yang lebih rendah karena eksekusi simultan pada satu harga kesetimbangan mengurangi fluktuasi harga yang ekstrem, sementara continuous auction memiliki volatilitas yang lebih tinggi karena harga terus berubah berdasarkan order yang masuk secara terus-menerus.

Studi Kasus Saham Yang Terdampak FCA (Kode Saham : TOTO)

Dalam studi kasus kali ini, saham yang akan dianalisis adalah TOTO atau Surya Toto Indonesia Tbk. TOTO merupakan perusahaan yang merupakan hasil joint venture dengan Toto Ltd Jepang yang bergerak dalam bidang penjualan industrial goods khususnya adalah produk-produk saniter seperti kran air, shower, dan lainnya. Saham TOTO ini masuk ke dalam kriteria saham yang diberikan notasi X sehingga pada 25 Maret 2024, saham TOTO ini masuk ke dalam papan pemantauan khusus dan perdagangan sahamnya mengikuti prosedur FCA. TOTO sendiri masuk ke dalam FCA karena notasi X dimana menurut peraturan No. 1A BEI TOTO tidak memenuhi kriteria saham free float. Kriteria saham free float mengharuskan perusahaan memiliki free float minimal sebesar 50 juta lembar saham dengan minimal kepemilikan 7,5% ada dalam free float tersebut dan TOTO hanya memiliki saham free float sebesar 752 ribu lembar saham dengan kepemilikan free float hanya 7,29% sehingga tidak memenuhi kriteria tersebut (BEI, 2024).  

Before FCAAfter FCA
Duration (MM/DD/YY)Average Volume (in Thousands)PriceDuration (MM/DD/YY)Average Volume (in Thousands)Price
03/17/202410302286/2/2024126.1202
03/10/2024777.622805/26/2024376.7204
03/03/2024105022605/19/2024158.9204
02/25/2024129022605/12/2024937.7202
02/18/2024167022605/05/2024694.7200
02/11/2024695.622604/28/20241850202
02/04/2024963.322604/21/2024550.5210
01/28/2024272022604/14/20241260210
01/21/2024157022803/31/20241700218
Average1307.388889226.6666667Average850.5111111205.7777778
Median1050226Median694.7204
Change %
Average Volume-34.95%
Average Price-9.22%
Median Volume-33.84%
Median Price-9.73%

ampak dari FCA pada perdagangan saham TOTO dapat dilihat pada tabel diatas dan seperti yang dapat kita lihat, baik harga maupun volume perdagangan TOTO mengalami penurunan yang cukup besar. Grafik diatas membandingkan data perdagangan 9 minggu sebelum saham TOTO terkena FCA dan 9 minggu setelah terkena FCA dan seperti yang dapat kita lihat kebijakan tersebut cukup berdampak bagi saham TOTO. Dilihat dari segi volume, saham TOTO mengalami penurunan sebesar 34,95% jika diukur dengan volume rata-rata dan mengalami penurunan 33,84% bila diukur dengan median volume yang menunjukkan bahwa saham TOTO terkena dampak pengurangan volume perdagangan yang sangat besar yang tentunya berpengaruh pada likuiditas dari saham TOTO ini yang dapat berakibat pada kesulitan untuk membeli atau menjual saham TOTO itu sendiri. Dilihat dari segi harga, TOTO juga mengalami penurunan harga sekitar 9,22% jika dilihat dari harga rata-rata dan penurunan sebesar 9,73% jika dilihat dari harga median. Jadi, dapat dilihat bahwa saham TOTO sangat terdampak dari kebijakan FCA dimana volume perdagangan berkurang drastis yaitu sekitar 30-35% dan harga juga turun sekitar 9%.

Kesimpulan, Evaluasi dan Rekomendasi atas FCA kepada BEI

Studi kasus yang telah dilakukan pada saham TOTO mengungkapkan dampak signifikan atas penerapan FCA pada Papan Pemantauan Khusus BEI. Mekanisme ini mengakibatkan volume perdagangan saham malah menurun sebesar 34,95% secara rata-rata. Sementara harga sahamnya sendiri mengalami penurunan sebesar 9,22%. Penurunan volume dan harga saham ini memang tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai akibat dari penerapan FCA, ada faktor lain seperti buruknya citra perusahaan yang telah masuk ke dalam Papan Pemantauan Khusus (Setiawati, 2024). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisme FCA ikut berperan penting dalam mengurangi likuiditas dan menyulitkan transaksi saham, sehingga merugikan investor yang ingin menjual atau membeli saham tersebut. 

Implikasi dari studi kasus yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa penerapan FCA perlu dievaluasi lebih lanjut untuk memastikan tujuan awal penerapannya tercapai dan bukan malah merugikan investor. Seperti yang telah ramai disebutkan dalam artikel-artikel di internet, dimana dinyatakan bahwa sebagian besar investor merasa kontra dengan penerapan FCA. Salah satunya dimuat dalam artikel Fortune Indonesia, yang mengatakan bahwa investor merasa dirugikan karena hilangnya antrian bid dan offer yang menyulitkan pemahaman terkait sistem baru dalam perdagangan saham (Tanayastri, 2024).

Rekomendasi:

  1. Evaluasi Kebijakan: BEI dan OJK perlu mengkaji dan menilai efektivitas FCA untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak berdampak buruk terhadap perdagangan saham dari sisi likuiditas dan malah merugikan investor.
  2. Sosialisasi dan Edukasi: BEI memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan literasi investor mengenai mekanisme FCA, karena beberapa investor bersikap kontra hanya karena kurang mengerti mekanisme yang telah diterapkan.
  3. Penyesuaian Kebijakan: Melakukan pertimbangan dalam menyesuaikan aturan FCA dapat dilakukan untuk memastikan bahwa mekanisme yang diterapkan tidak terlalu membatasi perdagangan saham secara berlebihan dan malah mengurangi likuiditas saham. 

Dengan beberapa rekomendasi tersebut, diharapkan kedepannya penerapan mekanisme FCA dapat berjalan dengan efektif dan mendukung stabilitas serta likuiditas pasar saham Indonesia, khususnya bagi emiten yang diawasi secara khusus, tanpa menimbulkan kerugian bagi para investor sesuai dengan tujuan awal penerapan FCA oleh BEI.

Written by:

Research and Development Division

Aisyara Hasana

aisyara.hasana@ui.ac.id

Danken Tanaka

danken.tanaka@ui.ac.id

Rafi Nurahmat Jannata

rafi.nurahmat31@ui.ac.id

Jonathan Adrian

jonathan.adrian@ui.ac.id

Published by:

Operation and Infrastructure Division

Abdullah Azzam Alfatih Ramadhan

abdullah.azzam31@ui.ac.id