Published on December 10th, 2021

Central Bank Digital Currency (CBDC): Cryptocurrency Hype Killer and Potential to Boost The Capital Market

Pada tahun 2020, COVID-19 menyerang dunia. COVID-19 membuat negara-negara yang ada di dunia mengalami krisis di berbagai sektor termasuk sektor ekonomi. Krisis global ini membuat IMF menamakan krisis ini sebagai ‘The Great Lockdown’ pada tahun 2020. Pandemi ini memaksa berbagai masyarakat di dunia untuk membuat perubahan perilaku agar terhindar dari virus COVID-19. Disrupsi yang disebabkan COVID-19 yang secara tiba-tiba muncul ini membuat negara-negara harus proaktif dalam digitalisasi ekonomi karena negara yang melaksanakan ekonomi digital dengan baik ditambah masyarakat yang disiplin membuat recovery negara tersebut dari pandemi COVID-19 semakin cepat.

Cryptocurrency, salah satu mata uang digital, merupakan contoh manifestasi digitalisasi ekonomi yang mengalami perkembangan pesat selama pandemi COVID-19. Cryptocurrency merupakan aset digital yang didesain untuk menjadi alat tukar dimana kepemilikannya akan dicatat secara individual serta seluruh transaksinya akan dicatat dalam teknologi
blockchain. Blockchain merupakan teknologi baru yang mendasari cryptocurrency dan berfungsi sebagai penyimpanan data digital yang aman dan terbuka. Blockchain sendiri adalah seperti buku besar yang berisi data yang bisa diakses oleh siapapun. Cryptocurrency, yang mengandalkan blockchain, tidak bisa diatur secara langsung oleh pemerintah atau bank
(decentralized). Lebih jelasnya, setiap transaksi cryptocurrency diamankan menggunakan verifikasi dan timestamps dengan teknik enkripsi berupa hashing algorithm dan terdistribusi (decentralized) agar tercipta suatu transaksi tanpa adanya pihak ketiga (peer-to-peer network) sehingga dapat dikatakan cryptocurrency merupakan salah satu bentuk anonymous system. Kehadiran cryptocurrency yang memiliki bentuk anonymous system dianggap sebagai ancaman oleh berbagai negara karena cryptocurrency dianggap mengambil kedaulatan kebijakan dari berbagai negara baik itu kebijakan fiskal maupun moneter. Kehadiran cryptocurrency ini memaksa berbagai negara di dunia untuk mempercepat minat bank sentral agar segera mengeksplorasi Central Bank Digital Currency (CBDC).


Selama pandemi COVID-19, banyak investor beralih ke cryptocurrency yang dapat diketahui dari jumlah investor pada market cryptocurrency yang meningkat dan total market cap yang mencapai new all-time high yaitu $3 trilliun, dimana proporsi distribusi yang paling besar adalah Bitcoin dan Ethereum yang masing-masing mencapai 41,2% dan 18,7% pada
tanggal 8 November 2021.

Hal ini tentu disebabkan oleh berbagai kejadian yang menyebabkan hype market cryptocurrency pada saat pandemi COVID-19 sebagaimana berikut ini:

  • CEO Tesla, Elon Musk, mengumumkan bahwa orang-orang dapat
    membeli mobil Tesla dengan metode pembayaran Bitcoin pada Maret 2021. Sebelumnya, Elon Musk juga mengumumkan bahwa ia telah membeli Bitcoin senilai $1,5 Milyar dan memberi clue pada public bahwa terdapat kemungkinan bagi orang-orang untuk membeli mobil Tesla dengan Bitcoin. Pengumuman tentang Tesla menerima pembayaran Bitcoin ini membuat market cryptocurrency pada saat tersebut mengalami kondisi bullish dan mengalami hype. Hal ini berakibat pada peningkatan harga bitcoin. Selain itu, pada bulan April 2021, CEO Tesla, Elon Musk, juga melakukan FOMO terhadap koin meme di cryptocurrency yaitu Doge Coin dengan membuat tweet pada twitternya. Hal ini tentu juga membuat market cryptocurrency pada saat tersebut mengalami hype dan membuat banyak orang awam terjun ke market cryptocurrency karena mengalami FOMO atau Fear of Missing Out.
  • Securities and Exchange Commission USA (SEC) menyetujui diperdagangkannya ETF (Exchange Traded Fund) Bitcoin dalam bursa saham USA. ETF sendiri adalah salah satu produk funds yang ada di bursa efek. ETF Bitcoin tentu memiliki underlying asset
    Bitcoin. Disetujuinya perdangangan ETF Bitcoin membuat market cryptocurrency pada saat itu mengalami hype dan volatilitas yang sangat tinggi. ETF Bitcoin yang pertama kali disetujui adalah $BITO yang diluncurkan oleh ProShares dan diperdagangkan di New York Stock Exchange. Setelah itu disusul oleh peluncuran ETF Bitcoin seperti $BTFD oleh VanEck, $BTF oleh Valkyrie, dan Melanion BTC Equities Universe UCITS ETF oleh perusahaan investasi asal Prancis Melanion Capital.
  • Pada tanggal 29 Oktober 2021, Perusahaan Facebook resmi mengumumkan rebranding nya menjadi Meta, yang mana fokus bagi Meta kedepannya adalah ingin mengembangkan project Metaverse. Metaverse adalah realitas digital alternatif dimana setiap pribadi dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti bekerja, bermain, hingga bersosialisasi yang memiliki prinsip borderless, fleksibel, dan equally. Metaverse ini memiliki potensi membuat ledakan hype market cryptocurrency karena salah satu fundamental metaverse adalah cryptocurrency sebagai pembayaran NFT (Non Fungible
    Token
    ). Mark Zuckeberg mengatakan bahwa perusahaan Meta-nya akan mendukung NFT ini. NFT merupakan produk metaverse berupa aset digital unik yang memiliki sertifikat kepemilikan digital dan bisa diperjualbelikan. CEO Meta, Mark Zuckeberg, memang sejak lama sudah diketahui tertarik dengan dunia cryptocurrency dimulai dari Project Libra hingga pernah memposting lelucon soal keledai nya yang diberi nama Bitcoin. Selain itu, Metaverse akan menggandeng berbagai project cryptocurrency seperti Bloktopia, Decentraland, dan lain-lain membuat potensi ledakan hype cryptocurrency di masa
    mendatang akan bertambah.
  • Pada tanggal 7 September 2021, presiden El Savador, Nayib Bukule, mengumumkan bahwa negara El Savador resmi menggunakan bitcoin sebagai mata uang legal atau alat tukar resmi di negara nya. Hal ini membuat kondisi market cryptocurrency pada saat itu mengalami hype dan volatilitas yang tinggi. Akan tetapi, setelah pengumuman tersebut, Bitcoin mengalami penurunan harga atau membuat market cryptocurrency menjadi bearish tidak seperti apa yang diharapkan yaitu bullish. Keputusan Presiden El Savador, Nayib Bukule, membuat El Savador diancam oleh IMF bahwa El Savador tidak akan
    menerima bantuan dari IMF karena IMF menganggap bitcoin tidak bisa dijadikan sebagai mata uang legal karena volatilitasnya yang sangat tinggi. Hal ini tentu memiliki efek domino, lama-kelamaan beberapa negara juga mendiskusikan untuk menjadikan Bitcoin
    sebagai legal tender dan mengikuti jejak El Savador. Efek domino lain yang dihasilkan dari dilegalkannya bitcoin sebagai mata uang legal El Savador adalah cryptocurrency yang semakin hype. Hal ini akan tentu mengancam bank sentral negara yang belum melakukan regulasi terhadap cryptocurrency karena bukan hanya fiat yang terancam tetapi kedaulatan atas kebijakan moneter dan fiskal pasti akan terancam.

Berbagai kejadian yang menyebabkan hype terhadap market cryptocurrency tersebut tentunya menambah potensi bertambahnya jumlah investor cryptocurrency di masa mendatang yang tentunya membuat bank sentral khawatir di tengah masa pandemi COVID-19 yang memerlukan digitalisasi ekonomi. Perkembangan blockchain yang terdesentralisasi telah
menciptakan persaingan yang lebih besar dalam sistem moneter internasional dan hal itu membuat bank sentral yang khawatir di seluruh dunia mempercepat proses pengembangan CBDC.

Central Bank Digital Currency (CBDC) adalah bentuk uang elektronik yang diterbitkan dan didukung oleh bank sentral yang dapat digunakan oleh rumah tangga dan bisnis sebagai alat pembayaran dan sebagai penyimpan nilai. Meskipun CBDC mencakup kata “digital currency”, CBDC yang tersentralisasi berbeda dengan cryptocurrency yang terdesentralisasi.
Dalam sistem CBDC, CBDC ini memiliki 3 partisipan yaitu bank sentral, bank komersial, dan end users. Bank sentral ini bertanggung jawab atas pembuatan kebijakan moneter, penerbitan mata uang, penarikan dan sirkulasi. Bank komersial bertindak sebagai proxy untuk menjembatani bank sentral dan end users. End users ini dapat membuat transaksi dan melakukan pembayaran langsung. End users ini dapat berupa individu, bisnis kecil, dan
perusahaan besar dan jenis pembayaran bisa berupa cross-bank payments, inner-bank payments, dan cross-border payments.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh John Barrdear dan Michael Kumhof tentang konsekuensi makroekonomi dari penerbitan CBDC yang dilakukan dengan pendekatan model Dynamic Stochastic General Equilibrium (DSGE), penerbitan CBDC sebesar 30% dari PDB, terhadap obligasi pemerintah, dapat secara permanen meningkatkan PDB sebesar 3%
melalui tiga channels : (i) penurunan suku bunga riil karena pengurangan jumlah defaultable debt dan penggantiannya dengan non-defaultable low-interest CBDC; (ii) pengurangan distiortionary taxes sebagai akibat dari biaya pembiayaan pemerintah yang lebih rendah; (iii) pengurangan biaya transaksi karena meningkatnya likuiditas di seluruh perekonomian. Selain itu, CBDC dapat meningkatkan stabilisasi business cycle dengan memberikan pembuat kebijakan akses ke instrument kebijakan kedua, kuantitas atau tingkat suku bunga pada CBDC.

Selain itu, penelitian tersebut juga menghasilkan kesimpulan bahwa manfaat CBDC yang lain adalah efektivitas kebijakan moneter countercyclical (second monetary policy tool), terutama jika bagian yang cukup besar dari guncangan adalah supply atau demand uang, dan jika
substitutability antara deposito bank dan CBDC adalah rendah. Hal ini dapat mengakibatkan kemampuan bank sentral untuk menstabilkan business cycle. Siklus bisnis merupakan gambaran pergerakan ekonomi atau fluktuasi ekonomi secara keseluruhan. Siklus bisnis terdiri atas empat elemen (Dornbusch, et.al., 2008) yaitu : (i) Recovery; (ii) Peak; (iii) Recession; (iv)
Trough. Berdasarkan penelitian tersebut juga, penerbitan CBDC dapat memberikan stabilisasi finansial.

Dengan meninjau akibat dari penerbitan CBDC berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh John Barrdear dan Michael Kumhof, CBDC memiliki pengaruh terhadap pasar modal. Salah satu manfaat dari CBDC berdasarkan penelitian yang diterbitkan John Barrdear dan Michael Kumhof, CBDC memiliki salah satu benefit berupa stabilisasi finansial. Stabilisasi finansial mengakibatkan transmisi kebijakan moneter berfungsi secara normal sehingga menjadikan kebijakan moneter menjadi aktif. Selain itu, stabilisasi finansial ini mengakibatkan pengalokasian dana dari pihak yang mengalami surplus (investor) kepada yang mengalami defisit berjalan baik. Hal ini mendorong potensi pasar modal menjadi berkembang karena
terjadinya kepercayaan publik terhadap sistem keuangan yang stabil yang diakibatkan stabilisasi finansial yang umumnya diikuti dengan perilaku tidak panik para investor untuk menarik dananya sehingga mendorong terjadinya kemudahan likuiditas. Kestabilan siklus bisnis juga mengakibatkan fungsi intermediasi dapat berjalan dengan baik karena alokasi dana yang tepat sehingga memperlancar pertumbuhan ekonomi yang berimplikasi langsung
kepada pasar modal.

Penerbitan CBDC memiliki potensi sebagai cryptocurrency hype killer. Hal ini disebabkan karena terjadinya korelasi positif antara penerbitan CBDC dengan literasi finansial tentang digital currency. Apabila CBDC diterbitkan, jumlah orang yang kenal dengan digital currency akan naik karena CBDC ini merupakan produk digitalisasi ekonomi. Hal ini juga didukung oleh fakta tentang kenaikan jumlah investor pasar modal seiring perkembangan internet. Selain itu, terdapat sebuah fakta bahwa perkembangan internet akan membuat kapitalisasi pasar modal akan meningkat. Berdasarkan data Securities and Financial Market Association (SIFMA), pada tahun 2020 nilai obligasi global yang beredar di pasar meningkat sebesar 16,5% menjadi $123,5 Trilliun, sementara penerbitan obligasi global jangka panjang meningkat 19,9% menjadi $27,3 Trilliun. Selain itu, kapitalisasi pasar efek ekuitas global meningkat sebesar 18,2%
tahun-ke-tahun menjadi $105,8 Trilliun pada tahun 2020. Akan tetapi, hal ini harus diimbangi dengan regulasi ketat terhadap cryptocurrency karena penerbitan CBDC juga memiliki potensi untuk menjadi bumerang. Tidak adanya regulasi terhadap cryptocurrency disaat penerbitan CBDC menjadi bumerang karena bisa saja dengan kenaikan literasi finansial, banyak investor
melirik ke cryptocurrency dan berinvestasi di cryptocurrency yang merupakan kekhawatiran dari bank sentral itu sendiri.

Jadi, kesimpulannya adalah penerbitan CBDC memiliki potensi sebagai cryptocurrency hype killer dan juga potensi untuk menaikkan kapitalisasi efek pasar modal. Hal ini disebabkan meningkatnya kecenderungan digitalisasi ekonomi yang diakibatkan pandemi COVID-19
memaksa banyak orang untuk aware dengan literasi finansial. Keadaan ini membuat bank sentral mau tidak mau segera mempertimbangkan penerbitan CBDC. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh John Barrdear dan Michael Kumhof tentang konsekuensi makroekonomi dari penerbitan CBDC yang dilakukan dengan pendekatan model Dynamic Stochastic General
Equilibrium
(DSGE), penerbitan CBDC memiliki beneficial macroeconomic effects yaitu berupa peningkatan GDP, meningkatkan stabilisasi siklus bisnis, dan juga meningkatkan stabilisasi finansial. Berbagai beneficial macroeconomic effects yang dihasilkan dari penerbitan CBDC tersebut akan berimplikasi positif terhadap pasar modal seiring dengan perkembangan
internet. Hal ini dapat dibuktikan dengan data yang dimiliki oleh Securities and Financial Market Association (SIFMA) yang membuktikan bahwa perkembangan internet akan membuat kapitalisasi efek pasar modal akan meningkat.

Referensi:

John Barrdear & Michael Kumhof (2021). The macroeconomics of central
bank digital currencies. Retrieved from https://remote-lib.ui.ac.id:2054/science/article/pii/S016518892100083X
Tao Zhang & Huang & Zhigang. Blockchain and central bank digital
currencies. Retrieved from https://remote-lib.ui.ac.id:2054/science/article/pii/S2405959521001399?via%3Dihub
Davoodalhosseini & Mohammadreza Seyed (2021). Central bank digital
currencies and monetary policy. Retrieved from https://remote-lib.ui.ac.id:2054/science/article/pii/S0165188921000853
Bindseil & Ulrich (2019). Central Bank Digital Currency : Financial System
Implications and Control. Retrieved from https://remote-lib.ui.ac.id:2216/doi/full/10.1080/08911916.2019.1693160
Michael Kumhof & Clare Noone (2021). Central Bank Digital Currencies –
Design principles for financial stability. Retrieved from https://remote-lib.ui.ac.id:2054/science/article/pii/S0313592621000898
SIFMA (2021). Capital Markets Fact Book, 2021. Diakses dari
https://www.sifma.org/resources/research/fact-book/
OJK. Stabilitas Sistem Keuangan. Diakses dari
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/stabilitas-sistem-keuangan/Pages/Ikhtisar.asp

Written by:

Research and Development Division

Published by:

Operation and Infrastructure Division

Lutfiah Azzah Salsabila

lutfiah.azzah@ui.ac.id

Nadhifa Raihani

nadhifa.raihani@ui.ac.id